Gubernur Bali Dorong Program KB Empat Anak Demi Keberlanjutan Budaya Daerah

DENPASAR — Gubernur Bali, Wayan Koster, menyatakan ketidaksetujuannya terhadap program keluarga berencana (KB) nasional yang menganjurkan dua anak cukup. Sebagai gantinya, ia mengusulkan penerapan KB empat anak khusus bagi masyarakat lokal Bali guna menjaga keberlangsungan budaya Hindu Bali yang dinilainya kian terancam.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Kongres Daerah XI Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung (IA ITB) Pengurus Daerah Bali yang digelar di Denpasar, Minggu (13/4/2025). Menurut Koster, budaya merupakan satu-satunya keunggulan utama Bali yang harus dipertahankan dengan melibatkan peran aktif masyarakat lokal.
“Kalau jumlah penduduk lokal terus menurun, siapa nanti yang akan menjalankan tradisi mebanjar, ngelawar, Purnama-Tilem, Galungan, Kuningan, dan Ngaben? Semua itu bisa hilang jika tidak ada penerusnya,” ujar Koster.
Gubernur asal Buleleng tersebut menegaskan bahwa dirinya tidak menutup pintu bagi pendatang yang datang ke Bali untuk mencari penghidupan. Namun, ia menyoroti perlunya upaya serius dalam menjaga dominasi penduduk lokal sebagai penjaga tradisi dan budaya daerah.
“Persoalan di Bali bukan pada siapa yang datang, tetapi siapa yang akan kita ajak untuk merawat budaya ini,” tegasnya.
Saat ini, Pemerintah Provinsi Bali sedang menyusun kebijakan insentif untuk keluarga yang memiliki anak ketiga dan keempat—yang secara tradisional diberi nama Nyoman dan Ketut. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya mendorong peningkatan populasi lokal.
Selain itu, Pemprov Bali juga telah membentuk tim kerja khusus dalam rangka percepatan pembangunan daerah, yang salah satu fokus utamanya adalah peningkatan jumlah penduduk asli Bali sebagai bagian dari strategi pelestarian budaya.
“Saya sedang bekerja keras untuk memproteksi budaya Bali. Kalau budaya ini tidak dijaga, wilayah kita kecil, penduduk sedikit. Lalu, siapa yang akan mengurus Bali ke depan?” pungkas Koster.
Langkah ini menunjukkan arah kebijakan pembangunan Bali yang tidak hanya menitikberatkan pada aspek ekonomi, tetapi juga menjaga warisan budaya sebagai identitas fundamental Pulau Dewata. []
Nur Quratul Nabila A