Hakim MK Singgung Kasus Vidi dan Agnez di Sidang UU Hak Cipta

JAKARTA — Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyinggung kasus hukum yang melibatkan musisi Vidi Aldiano dan Agnez Mo dalam sidang uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang diajukan oleh musisi Nazril Irham (Ariel NOAH) dan 28 pemohon lainnya.
Pernyataan itu disampaikan Enny saat memimpin sidang keterangan DPR dan Pemerintah dalam perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (30/6/2025).
“Pertama begini, ini kan memang isunya sekarang ini cukup marak. Bahkan tidak hanya Agnez Mo. Terakhir saya juga ikut mengikuti perkembangan perkara-perkara yang muncul seperti itu,” ujar Enny.
Enny secara khusus menyinggung kasus Vidi Aldiano yang sedang digugat oleh pencipta lagu “Nuansa Bening,” Keenan Nasution, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 51/Pdt.Sus-HKI/Cipta/2025/PN Niaga Jkt.Pst.
Vidi dituduh membawakan lagu itu secara komersial tanpa izin dalam lebih dari 300 pertunjukan sejak tahun 2008 hingga 2024. Nilai gugatan mencapai Rp24,5 miliar.
Dalam sidang tersebut, Enny mempertanyakan kepada perwakilan DPR dan Pemerintah soal efektivitas sistem pengelolaan royalti oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
“Apakah sistem yang sekarang bisa memberikan perlindungan yang efektif terhadap hak ekonomi penciptanya? Dan apakah royalti itu terdistribusi sebagaimana mestinya?” tanya Enny.
Ia juga menekankan bahwa persoalan utama yang dikeluhkan para musisi bukan soal keharusan membayar royalti, melainkan prosedur izin dan transparansi distribusi royalti.
“Jangan-jangan memang tidak terdistribusi. Apa sebenarnya persoalannya di situ? Kami ingin mengetahui efektivitas kerja dari LMKN itu,” imbuhnya.
Perwakilan DPR dan Pemerintah belum memberikan jawaban langsung atas pertanyaan tersebut dan menyatakan akan menyampaikan jawaban secara tertulis kepada Mahkamah Konstitusi.
Gugatan uji materi oleh Ariel NOAH bersama 28 musisi lain menyoroti pasal-pasal dalam UU Hak Cipta yang dianggap membebani penyanyi saat membawakan lagu ciptaan orang lain, meski telah membayar royalti melalui LMKN.
Mereka meminta Mahkamah Konstitusi memperjelas bahwa penyanyi tidak perlu lagi meminta izin eksplisit dari pencipta lagu apabila royalti telah dibayarkan secara resmi. []
Nur Quratul Nabila A