Harga Kelapa Tembus Rp20 Ribu di Solo, Pelaku UMKM Menjerit

SOLO – Harga kelapa di sejumlah pasar tradisional di Kota Solo melonjak tajam hingga dua kali lipat dalam beberapa pekan terakhir.
Di Pasar Legi dan Pasar Harjodaksino, harga kelapa kini dibanderol antara Rp15.000 hingga Rp20.000 per butir, jauh melampaui harga normal yang sebelumnya berkisar Rp8.000.
Kondisi ini menjadi beban baru bagi para pedagang dan pelaku usaha kecil yang menggantungkan bahan baku utama dari komoditas tersebut.
“Sejak sebelum puasa, harga kelapa terus naik. Sekarang satu butir bisa Rp20 ribu. Padahal dulu cuma Rp8 ribu,” ujar Tutik Maryani (43), pedagang kelapa di Pasar Legi, Senin (14/4/2025).
Tutik menyebutkan bahwa pasokan kelapa yang masuk ke pasar berkurang drastis. Jika sebelumnya ia dapat menerima hingga 5.000 butir per hari, kini hanya sekitar 1.000 hingga 2.000 butir yang tersedia, bahkan dengan jeda pengiriman dua hari sekali.
Ia menduga kelangkaan ini berkaitan erat dengan meningkatnya permintaan ekspor kelapa dari daerah penghasil seperti Kulonprogo, Banjarnegara, dan Pacitan ke luar negeri.
Kelapa mentah tersebut banyak diproses menjadi santan instan atau bahan campuran untuk produk olahan di industri pangan internasional.
Hal serupa disampaikan Elang (27), pedagang kelapa di Pasar Harjodaksino. Ia mengaku kesulitan memenuhi permintaan pelanggan akibat stok terbatas dan harga yang tidak stabil.
“Semenjak kabar ekspor itu, harga langsung naik. Sekarang konsumen beli paling cuma 5 butir, padahal dulu bisa puluhan,” jelasnya.
Dampak paling terasa dirasakan pelaku usaha mikro seperti Pipit, pemilik usaha katering rumahan di kawasan Mojosongo. Lonjakan harga kelapa membuat biaya produksi naik signifikan.
“Kelapa itu bahan utama dalam banyak masakan saya, seperti opor dan sambal goreng. Dulu saya beli Rp7 ribu, sekarang harus keluarkan dua kali lipat. Ini sangat berat,” keluh Pipit.
Ia berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk menstabilkan harga kelapa, terutama jelang momen Lebaran saat permintaan masyarakat meningkat.
Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengakui bahwa lonjakan harga kelapa dipicu tingginya permintaan ekspor serta kebutuhan industri dalam negeri.
Pihaknya berjanji akan melakukan evaluasi bersama petani, eksportir, dan pelaku industri agar tercipta keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan lokal.
“Kami akan segera evaluasi agar harga di dalam negeri tetap terkendali, tanpa mengganggu kinerja ekspor,” ujar Budi.
Pemerintah diminta hadir lebih cepat sebelum lonjakan harga ini semakin memperberat beban masyarakat, khususnya pelaku usaha kecil yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. []
Nur Quratul Nabila A