Hari Batik Nasional: Identitas, Ekonomi, dan Diplomasi

JAKARTA โ€“ Setiap tanggal 2 Oktober, masyarakat Indonesia merayakan Hari Batik Nasional. Tradisi ini bukan hanya peringatan simbolik, melainkan momentum untuk mengingat kembali peran batik sebagai identitas budaya sekaligus alat diplomasi Indonesia di kancah global.

Sejak ditetapkan oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda pada 2 Oktober 2009, batik semakin mengukuhkan posisinya sebagai ikon Indonesia. Dari sekadar busana tradisional, batik kini menjelma menjadi bahasa universal yang mampu melintasi batas negara.

Salah satu bukti paling nyata terlihat pada Mei 2019, ketika Indonesia menjabat sebagai Presiden Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB). Saat itu, para delegasi asing yang biasanya tampil formal dengan setelan jas dan gaun, justru kompak mengenakan batik. Suasana sidang yang biasanya kaku pun berubah menjadi lebih hangat dan penuh warna. Bahkan, Sekretaris Jenderal PBB bersama sejumlah diplomat asing ikut mengenakan batik dan kain tradisional Indonesia.

Langkah ini bukan kebetulan, melainkan strategi yang dirancang Kementerian Luar Negeri RI. Batik dipilih sebagai medium diplomasi budaya atau soft diplomacy yang elegan. Tanpa kata-kata panjang, batik berbicara melalui coraknya yang sarat makna, menghadirkan pesan tentang persatuan, kreativitas, dan kebanggaan bangsa. โ€œBatik menjadi lebih dari sekadar warisan, tetapi juga jembatan diplomasi yang memperkuat posisi Indonesia di tingkat global,โ€ tulis laporan resmi Kemenlu.

Perjalanan batik sebagai instrumen diplomasi tentu tidak berhenti di PBB. Setiap tahun, peringatan Hari Batik Nasional menjadi ajakan bagi generasi muda untuk tidak sekadar memakai batik dalam acara formal, tetapi memahami nilai strategis yang terkandung di baliknya. Melalui batik, Indonesia membangun citra positif di mata dunia sekaligus memperluas pengaruh budaya dalam hubungan internasional.

Selain dimaknai secara simbolik, batik juga telah memberi kontribusi nyata pada ekonomi kreatif nasional. Industri batik mendukung jutaan pengrajin, membuka lapangan kerja, sekaligus membawa produk lokal menembus pasar internasional. Hal ini menunjukkan bahwa batik bukan hanya warisan leluhur, melainkan juga modal pembangunan yang berkelanjutan.

Dengan demikian, Hari Batik Nasional tidak hanya dimaknai sebagai bentuk penghormatan terhadap warisan nenek moyang, tetapi juga sebagai refleksi tentang bagaimana budaya mampu menjadi kekuatan diplomasi. Dari pengakuan UNESCO hingga tampil di forum dunia, batik telah membuktikan diri sebagai simbol Indonesia yang berpengaruh di kancah global. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *