Hari Buruh 2025 Diwarnai Aksi Massa dan Penurunan Harga BBM: Kebetulan atau Strategi Sosial?

JAKARTA – Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2025 diwarnai oleh dua peristiwa besar yang mengguncang ruang publik nasional: ribuan buruh menggelar aksi unjuk rasa di berbagai kota, sementara PT Pertamina (Persero) secara bersamaan mengumumkan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi.

Gelombang massa buruh turun ke jalan-jalan utama di Jakarta, Surabaya, Medan, Yogyakarta, dan Semarang. Mereka menyuarakan berbagai tuntutan seperti penghapusan sistem outsourcing, kenaikan upah minimum, serta perbaikan kesejahteraan pekerja.

Di Jakarta, ribuan buruh memenuhi kawasan Monumen Nasional (Monas), menggelar aksi damai yang disertai orasi penuh semangat.

“Kami tidak hanya menuntut hak, tetapi juga keadilan,” ujar salah satu orator di depan massa buruh di Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025).

Sementara itu, pada hari yang sama, Pertamina mengumumkan penyesuaian harga BBM non-subsidi. Harga Pertamax (RON 92) diturunkan menjadi Rp12.400 per liter, dari sebelumnya Rp12.500. Pertamax Turbo kini dibanderol Rp13.300, dan Dexlite turun menjadi Rp13.350 per liter.

Corporate Secretary Pertamina, Heppy Wulansari, menjelaskan bahwa penurunan ini mengikuti tren penurunan harga minyak mentah dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.

“Penyesuaian ini bertujuan agar harga tetap kompetitif. Kami juga menghadirkan promo menarik melalui aplikasi MyPertamina,” ujarnya.

Kebijakan tersebut memicu perbincangan di media sosial. Sejumlah warganet menyambut positif penurunan harga BBM, namun tak sedikit pula yang mencurigai momentum kebijakan itu sebagai “strategi politis” untuk meredam gejolak sosial akibat aksi buruh.

“Apakah ini kebetulan? Rasanya terlalu sempurna,” tulis salah satu pengguna platform X (sebelumnya Twitter).

Presiden Prabowo Subianto turut hadir dalam peringatan Hari Buruh di Monas, yang disambut beragam reaksi publik. Kehadiran Presiden dinilai sebagian pihak sebagai bentuk komitmen langsung terhadap aspirasi buruh, namun sebagian warganet lainnya menyebutnya sebagai “panggung politik sesaat”.

“Presiden sebelumnya hanya memberi ucapan selamat. Sekarang hadir langsung dan pidato, tapi tetap dicibir. Netizen memang susah puas,” tulis pengguna @BrdK****a di platform X.

Terlepas dari itu, Hari Buruh yang telah menjadi tradisi global sejak abad ke-19 ini tetap menjadi panggung utama perjuangan kaum pekerja. Di Indonesia, setiap tanggal 1 Mei selalu identik dengan unjuk rasa dan penegasan hak-hak buruh yang belum sepenuhnya terpenuhi.

Fenomena Hari Buruh 2025 kali ini mencerminkan kompleksitas sosial-ekonomi nasional: di satu sisi terdapat harapan terhadap kebijakan pro-rakyat, namun di sisi lain masih kuat desakan keadilan dari masyarakat pekerja yang menanti perubahan nyata. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *