Hasto Kristiyanto Gagal dalam Praperadilan, Kuasa Hukum Akan Tempuh Langkah Lanjutan

JAKARTA – Tim penasihat hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan tidak menerima putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang menolak permohonan praperadilan terkait status tersangka dalam kasus dugaan suap dan pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 yang melibatkan Harun Masiku.

Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menegaskan bahwa pihaknya akan terus mencari upaya hukum lain untuk membebaskan kliennya dari jeratan hukum yang ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Kami perlu sampaikan bahwa ini belum selesai. Tidak ada keputusan bahwa substansi permohonan praperadilan kami ditolak,” ujar Ronny dalam konferensi pers, Jumat (14/2/2025).

Dalam putusannya, Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan, Djuyamto, menyatakan bahwa permohonan praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima.

“Mengabulkan eksepsi dari termohon (KPK). Menyatakan permohonan oleh pemohon (Hasto Kristiyanto) kabur atau tidak jelas,” ujar Djuyamto saat membacakan putusan di PN Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).

Hakim menegaskan bahwa penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK sah dan telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Dengan demikian, proses penyidikan yang dilakukan KPK tetap berlanjut.

Menanggapi putusan ini, Ronny menyatakan bahwa tim kuasa hukum akan segera memutuskan langkah hukum selanjutnya, termasuk kemungkinan mengajukan permohonan praperadilan baru.

“Tim hukum PDI Perjuangan akan segera menentukan langkah hukum berikutnya, apakah akan mengajukan permohonan praperadilan baru atau langkah lain yang dianggap tepat,” ujar Ronny.

KPK menetapkan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024. Hasto diduga bersama Harun Masiku berupaya menyuap Wahyu Setiawan, yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU 2017-2022, agar menetapkan Harun sebagai anggota DPR menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.

Harun Masiku sendiri hanya memperoleh 5.878 suara, sedangkan caleg PDIP lainnya, Riezky Aprilia, memperoleh 44.402 suara dan secara sah berhak atas kursi DPR.

Selain dugaan suap, Hasto juga diduga terlibat dalam upaya perintangan penyidikan. Ia disebut-sebut meminta Harun Masiku untuk merusak ponselnya serta melarikan diri setelah operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Januari 2020.

Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penyidikan lebih lanjut oleh KPK. Sementara itu, tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto terus berupaya mencari celah hukum guna mengajukan pembelaan bagi kliennya. []

Nur Quratul Nabila A

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.