Houthi Serang Tel Aviv dan Eilat dengan Rudal Hipersonik

DOHA – Konflik di kawasan Timur Tengah kembali memanas setelah kelompok Houthi di Yaman mengumumkan serangan terbaru terhadap Israel. Pada Senin (29/09/2025), juru bicara militer Houthi, Yahya Saria, menyatakan pihaknya meluncurkan rudal balistik hipersonik Palestine-2 yang dilengkapi teknologi MIRV, sistem hulu ledak dengan kemampuan menghantam beberapa target secara terpisah.
Dalam pernyataan resminya, Saria mengeklaim rudal itu mengenai sejumlah lokasi strategis di Tel Aviv. “Operasi ini berhasil mencapai tujuannya,” ungkap Saria. Ia menegaskan serangan ini merupakan respons langsung atas aksi militer Israel ke Yaman beberapa hari sebelumnya.
Selain rudal, Houthi juga meluncurkan dua drone untuk menyerang fasilitas penting di Umm al-Rashrash, kawasan pelabuhan Eilat. Serangan ganda ini dimaksudkan menunjukkan bahwa Houthi memiliki kemampuan militer lebih canggih dibanding operasi-operasi sebelumnya.
Namun, Israel membantah klaim tersebut. Militer setempat menyebut salah satu rudal berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara. Hingga saat ini, pihak Israel melaporkan tidak ada korban jiwa maupun kerusakan signifikan akibat serangan itu. Pernyataan kedua belah pihak menunjukkan adanya perbedaan besar antara klaim Houthi dan versi Israel, yang sulit diverifikasi secara independen.
Serangan lintas negara ini muncul hanya berselang empat hari setelah Israel menggempur Ibu Kota Yaman, Sanaa. Pada 25 September, angkatan udara Israel menyerang kamp militer di kompleks istana presiden. Menurut data Kementerian Kesehatan Houthi, sedikitnya dua orang tewas dan sekitar 40 orang lainnya terluka akibat serangan tersebut.
Aksi saling serang ini memperlihatkan betapa cepat eskalasi di kawasan berkembang. Houthi, yang dikenal bersekutu dengan Iran, kerap menyatakan dukungan terhadap perjuangan Palestina dan tak jarang melancarkan operasi militer ke arah Israel. Penggunaan rudal hipersonik Palestine-2 jika terbukti benar, dapat mengindikasikan adanya peningkatan signifikan dalam kemampuan persenjataan kelompok tersebut.
Sementara itu, Israel berada dalam posisi menghadapi ancaman di berbagai front, mulai dari Gaza, Lebanon, Suriah, hingga Yaman. Keberhasilan atau kegagalan dalam menghadapi serangan-serangan seperti ini berpotensi memengaruhi stabilitas kawasan serta hubungan Israel dengan negara-negara Teluk yang selama ini menjadi mitra strategis Amerika Serikat.
Situasi ini menegaskan bahwa konflik Israel–Palestina kini tak lagi terbatas pada Gaza semata, melainkan melibatkan aktor-aktor lain yang menempatkan Timur Tengah dalam ketegangan berkepanjangan. []
Diyan Febriana Citra.