IHSG Anjlok dan Rupiah Terpuruk: Tekanan Ekonomi Kian Menguat di Tengah Sentimen Global

JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi tajam pada pembukaan perdagangan Selasa (8/4/2025).
Penurunan sebesar 9,19 persen membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara atau trading halt selama 30 menit, sesuai dengan ketentuan pengamanan pasar.
Berdasarkan data RTI, pada pukul 09.01 WIB, IHSG berada di posisi 5.912, turun 598,55 poin dari penutupan sebelumnya di angka 6.510.
Setelah perdagangan dibuka kembali, IHSG sempat pulih sebagian namun tetap melemah dan bertengger di posisi 5.987 pada pukul 09.38 WIB.
Hanya 11 saham yang mencatatkan penguatan, sementara 586 saham melemah dan 52 stagnan. Nilai transaksi tercatat mencapai Rp 4,96 triliun dengan volume perdagangan sebesar 4,54 miliar saham.
Oktavianus Audi, analis dari Kiwoom Sekuritas Indonesia, menyebut bahwa tekanan jual hari ini telah sesuai dengan proyeksi pihaknya.
“Pelemahan yang terjadi merupakan respons pasar terhadap ketidakpastian global, khususnya kebijakan tarif baru yang diumumkan Presiden AS, Donald Trump,” ujarnya dalam keterangannya, Selasa pagi.
Menurut Audi, kebijakan trading halt diperlukan sebagai tindakan preventif untuk menghindari kepanikan pasar yang lebih luas.
Ia menambahkan bahwa jika batas bawah auto-reject (ARB) tidak diubah menjadi 15 persen, maka risiko koreksi lanjutan akan semakin terbuka.
Namun, ia masih optimistis IHSG mampu bertahan di atas batas psikologis 6.000, selama ada sinyal stabilisasi dari pemerintah.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah juga menunjukkan pelemahan signifikan. Mengacu pada data Bloomberg, rupiah sempat terperosok ke level Rp 16.941 per dolar AS pada pukul 09.52 WIB, menjadi posisi terendah sejak krisis moneter 1998. Angka tersebut melampaui rekor sebelumnya sebesar Rp 16.650.
Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, mengatakan bahwa pasar telah mengantisipasi tekanan ini akibat sentimen negatif dari kebijakan tarif AS selama libur Lebaran.
“Pasar merespons buruk kebijakan proteksionis yang diperluas, termasuk bea masuk terhadap barang asal Indonesia,” katanya.
Sejumlah ekonom mendesak pemerintah untuk segera menyiapkan langkah konkret dalam menjaga kestabilan nilai tukar dan memastikan pertumbuhan ekonomi tetap berada di atas 5 persen.
Strategi menjaga surplus dagang dan kepercayaan investor menjadi krusial dalam menghadapi tekanan pasar yang masih akan berlangsung dalam beberapa hari ke depan. []
Nur Quratul Nabila A