Indonesia-AS Sepakat Rampungkan Negosiasi Tarif dalam 60 Hari

JAKARTA — Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menyepakati penyelesaian negosiasi tarif perdagangan bilateral dalam waktu 60 hari, sebagai respons atas kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap sejumlah produk ekspor Indonesia.
Hal ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers daring dari Washington, Amerika Serikat, Jumat (18/4/2025) waktu Indonesia.
Negosiasi tersebut dipimpin langsung oleh tim ekonomi Indonesia, yang terdiri dari Airlangga Hartarto, Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, dan Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional Mari Elka Pangestu.
Ketiganya telah menggelar pertemuan intensif dengan perwakilan United States Trade Representative (USTR) dan Departemen Perdagangan AS selama beberapa hari terakhir.
“Indonesia dan Amerika Serikat sepakat untuk menyelesaikan perundingan ini dalam waktu 60 hari. Kerangka kerja dan formatnya telah disepakati kedua belah pihak,” ujar Airlangga.
Langkah cepat ini diambil menyusul diberlakukannya tarif tambahan sebesar 10 persen oleh pemerintah AS terhadap produk ekspor Indonesia, seperti garmen, tekstil, alas kaki, mebel, hingga produk perikanan seperti udang.
Dengan tambahan tarif tersebut, bea masuk terhadap sejumlah produk Indonesia melonjak hingga 47 persen, menjadikan ekspor nasional tidak kompetitif dibandingkan negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand.
“Tarif ini berdampak signifikan terhadap daya saing produk kita. Sejumlah importir bahkan meminta renegosiasi kontrak dagang,” tambahnya.
Sebagai bagian dari negosiasi, Indonesia mengajukan sejumlah proposal kepada pemerintah AS guna menurunkan tensi dagang serta mendorong keseimbangan hubungan ekonomi bilateral. Rincian proposal tersebut antara lain:
1. Peningkatan pembelian energi dari AS, seperti LNG dan minyak mentah ringan (sweet crude oil).
2. Komitmen pembelian produk agrikultur AS, termasuk gandum.
3. Peningkatan impor barang modal dan hortikultura asal AS.
4. Fasilitasi dan percepatan investasi perusahaan-perusahaan AS di Indonesia.
5. Penguatan kerja sama dalam sektor mineral kritis, termasuk nikel dan tembaga.
6. Kolaborasi strategis dalam bidang pendidikan, ekonomi digital, layanan keuangan, serta pelatihan SDM berbasis STEM.
Airlangga menambahkan, perundingan akan dilakukan dalam satu hingga tiga putaran lanjutan dengan harapan kesepakatan final dapat ditandatangani dalam waktu dua bulan ke depan.
“Format, acuan, dan pendekatan negosiasi sudah jelas. Kami akan terus mengawal agar hasil akhir berpihak pada kepentingan nasional dan menjaga kelangsungan ekspor kita ke pasar Amerika,” tegasnya.
Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang segera merespons kebijakan tarif baru AS secara bilateral. Negara-negara lain seperti Jepang, Italia, dan Vietnam juga diketahui tengah menjajaki jalur dialog serupa dengan Washington.
Kesepakatan ini diharapkan dapat menciptakan sistem perdagangan bilateral yang lebih adil, resiprokal, dan berorientasi jangka panjang, serta menjamin kepastian usaha bagi pelaku industri ekspor Indonesia. []
Nur Quratul Nabila A