Indonesia-Brasil Perkuat Diplomasi Ekonomi di Jelang KTT ASEAN
JAKARTA — Menjelang penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur akhir pekan ini, Indonesia kembali menjadi pusat perhatian internasional. Setelah menerima kunjungan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa di Jakarta, Presiden Prabowo Subianto melanjutkan diplomasi globalnya dengan menandatangani serangkaian kesepakatan strategis bersama Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva. Kedua negara berkomitmen mempererat kerja sama di sektor energi, pertambangan, teknologi, hingga pertanian.
Dalam konferensi pers bersama, Presiden Lula menyoroti perlunya peningkatan hubungan ekonomi antara dua negara besar tersebut. “Bagaimana mungkin dua negara penting di dunia, seperti Indonesia dan Brasil, yang total populasinya hampir 500 juta, hanya memiliki nilai perdagangan 6 miliar dolar AS? Ini tidak cukup bagi Indonesia, dan juga tidak cukup bagi Brasil,” ujarnya.
Presiden Prabowo merespons dengan optimisme, menekankan bahwa sinergi Indonesia dan Brasil akan membawa dampak ekonomi luas. “Saya percaya ini akan memperkuat hubungan kita dan akan membuat ekonomi kita serta ekonomi Amerika Latin tumbuh dengan cepat,” katanya. Ia juga menggambarkan kedua negara sebagai “dua kekuatan ekonomi baru yang sedang naik” yang memiliki tanggung jawab untuk memperluas perdagangan.
Pertemuan antara kedua pemimpin ini menandai langkah konkret menuju perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dan blok ekonomi Mercosur — yang meliputi Brasil, Argentina, Paraguay, Bolivia, dan Uruguay. Upaya tersebut sejalan dengan strategi Indonesia memperkuat hubungan dengan kawasan Amerika Selatan, setelah sebelumnya menandatangani kerja sama perdagangan dengan Peru.
Selain itu, kerja sama ini juga mempererat hubungan antaranggota BRICS, di mana Indonesia resmi bergabung sejak Januari 2025. Keterlibatan Brasil dalam KTT ASEAN di Malaysia semakin menegaskan peran Asia Tenggara sebagai mitra strategis bagi Amerika Latin. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai perdagangan kedua negara dari Januari hingga Agustus 2025 mencapai 4,3 miliar dolar AS — angka yang menunjukkan potensi pertumbuhan besar.
Sementara itu, di sela-sela KTT ASEAN, perhatian dunia tertuju pada negosiasi perdagangan antara Cina dan Amerika Serikat yang kembali digelar di Malaysia. Pembicaraan yang dipimpin Wakil Perdana Menteri Cina He Lifeng dan Menteri Keuangan AS Scott Bessent menjadi ajang penting dalam meredakan ketegangan tarif antar dua raksasa ekonomi dunia. Presiden Donald Trump bahkan menyatakan optimisme, “Saya rasa kita akan mencapai kesepakatan untuk hampir semua hal.”
Namun, dinamika global tidak berhenti di sana. Perdana Menteri India Narendra Modi memutuskan untuk hadir secara virtual dalam KTT ASEAN, di tengah meningkatnya tensi dagang antara India dan Amerika Serikat. Keputusan ini dinilai sebagai upaya menjaga posisi strategis India di kawasan tanpa memperburuk hubungan bilateralnya.
KTT ASEAN kali ini juga menjadi momen bersejarah bagi Timor Leste, yang secara resmi akan diterima sebagai anggota ke-11 ASEAN setelah menunggu lebih dari satu dekade. Langkah ini menandai perluasan pengaruh politik dan ekonomi ASEAN, sekaligus mempertegas peran kawasan ini dalam tata dunia multipolar.
Dengan berbagai dinamika yang berlangsung — mulai dari diplomasi Indonesia-Brasil, negosiasi Cina-AS, hingga keanggotaan baru Timor Leste — KTT ASEAN tahun ini menunjukkan bahwa Asia Tenggara kini berdiri di tengah pusaran geopolitik global, bukan sekadar penonton, melainkan pemain penting dalam peta ekonomi dan diplomasi dunia. []
Siti Sholehah.
