Indonesia Pulangkan Dua Napi Asal Inggris atas Dasar Kemanusiaan

JAKARTA — Pemerintah Indonesia resmi menandatangani kesepakatan dengan Inggris terkait pemindahan dua warga negara Inggris yang tengah menjalani hukuman berat di Indonesia. Kedua narapidana tersebut adalah Lindsay June Sandiford (68) dan Shahab Shahabadi (35), yang masing-masing divonis mati dan penjara seumur hidup atas kasus narkoba.

Kesepakatan transfer of sentenced persons (TSP) itu ditekan oleh Menteri Koordinator Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra dan Menteri Luar Negeri Inggris Yvette Cooper di Jakarta, Selasa (21/10/2025). Penandatanganan ini menjadi bagian dari langkah diplomasi hukum yang menitikberatkan pada aspek kemanusiaan, khususnya bagi narapidana asing dengan kondisi kesehatan yang memburuk.

Yusril menjelaskan, Sandiford telah menjalani masa tahanan sejak 25 Mei 2012 di Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan dengan vonis pidana mati. Perempuan lanjut usia ini diketahui mengidap diabetes melitus tipe 2 dan hipertensi. Kondisi kesehatannya kian menurun selama masa penahanan.

Sementara itu, Shahabadi yang divonis penjara seumur hidup telah mendekam di Lapas Kelas IIA Kembangkuning, Nusakambangan, sejak 26 Juni 2014. Pria berusia 35 tahun tersebut dilaporkan mengalami penyakit kulit di jaringan subkutan serta gangguan kejiwaan.

“Indonesia memandang penting adanya kerja sama internasional yang mengedepankan kemanusiaan, terutama bagi warga negara asing yang menghadapi kondisi kesehatan berat selama menjalani masa pidana. Proses hukum selanjutnya terhadap kedua narapidana ini akan dilimpahkan kepada pemerintah Inggris,” ujar Yusril dalam keterangannya.

Menurut Yusril, pemindahan ini tidak terlepas dari prinsip penghormatan terhadap hak asasi manusia. Indonesia, kata dia, memiliki tanggung jawab moral untuk memperhatikan aspek kemanusiaan dalam pelaksanaan hukuman, tanpa mengesampingkan supremasi hukum.

Mekanisme TSP ini bukan yang pertama dilakukan Indonesia. Sebelumnya, kerja sama serupa telah dilaksanakan dengan beberapa negara seperti Filipina, Prancis, dan Australia. Proses pemindahan mencakup verifikasi kondisi hukum dan kesehatan narapidana, pertukaran dokumen resmi, hingga penandatanganan kesepakatan antarpemerintah sebelum pemindahan dilakukan secara resmi.

Kesepakatan dengan Inggris sendiri merupakan hasil dari serangkaian pertemuan bilateral. Dimulai pada Januari 2025 ketika Menko Yusril bertemu dengan Wakil Menteri Urusan Luar Negeri Inggris, dan berlanjut pada April 2025 bersama Duta Besar Inggris untuk Indonesia. Keduanya menegaskan pentingnya pendekatan kemanusiaan dalam kerja sama hukum antarnegara.

Kemudian, pada 29 April 2025, pemerintah Indonesia menerima surat resmi dari Kanselir Agung dan Sekretaris Negara untuk Kehakiman Inggris yang menyampaikan permohonan repatriasi kedua narapidana tersebut. Setelah itu dilakukan pembahasan teknis menyangkut aspek hukum, administratif, serta logistik sebelum akhirnya kesepakatan ditandatangani.

Melalui kerja sama ini, pemerintah Indonesia berharap hubungan bilateral di bidang hukum dan penegakan keadilan dapat semakin diperkuat. Kesepakatan ini juga menunjukkan bahwa diplomasi kemanusiaan dapat berjalan beriringan dengan kepastian hukum. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *