Israel Cegah Kunjungan Menlu Negara Arab ke Palestina, Tegaskan Penolakan Negara Palestina

Members of the Israeli security forces walk past the Dome of the Rock mosque as they enter the Al-Aqsa mosque compound in Jerusalem, during a protest by Palestinians in response to chants by Israeli ultranationalists targeting Islam's Prophet Mohammed in the March of Flags earlier this week, following the Friday prayers, on June 18, 2021. (Photo by AHMAD GHARABLI / AFP)
TEL AVIV — Pemerintah Israel dilaporkan menggagalkan rencana kunjungan sejumlah menteri luar negeri dari negara-negara Arab ke Ramallah, Tepi Barat, yang sedianya akan bertemu dengan Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas.
Langkah tersebut dinilai sebagai bagian dari upaya Israel untuk membatasi dukungan politik terhadap Palestina serta mempertegas penolakannya terhadap pembentukan negara Palestina.
Menurut laporan Axios, Jumat (31/5/2025), para diplomat dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, Yordania, Qatar, dan Turki dijadwalkan mengunjungi Ramallah pada Minggu mendatang.
Namun, otoritas Israel menyatakan tidak akan memberikan izin masuk atau kerja sama dalam kunjungan tersebut.
Sumber diplomatik dari CNN menyebutkan bahwa para menteri luar negeri tersebut berencana menyampaikan dukungan langsung kepada Otoritas Palestina, khususnya di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik di kawasan.
Namun, seorang pejabat Israel kepada The Times of Israel menilai bahwa agenda itu bukan hanya bersifat diplomatis, melainkan mencerminkan tekanan politik terselubung untuk mendorong pendirian negara Palestina.
“Israel tidak akan bekerja sama dengan inisiatif yang merugikan kepentingan kami dan membahayakan keamanan nasional,” kata pejabat tersebut.
Di saat kontroversi ini mencuat, pemerintah Israel juga mengesahkan rencana pembangunan 22 permukiman baru di wilayah Tepi Barat. Kebijakan itu diumumkan Kamis lalu oleh Menteri Pertahanan Yoav Gallant dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich.
Permukiman tersebut akan dibangun di kawasan yang sebelumnya telah dievakuasi, termasuk empat lokasi di dekat perbatasan Yordania.
Langkah ini dipastikan akan memicu kecaman internasional, mengingat Tepi Barat merupakan wilayah yang diduduki Israel sejak Perang Enam Hari 1967.
Pendirian permukiman di wilayah pendudukan kerap dinilai ilegal menurut hukum internasional dan telah menjadi sumber konflik yang berkepanjangan dengan warga Palestina.
Sementara itu, komunitas internasional terus menyerukan penyelesaian damai atas konflik Israel-Palestina, termasuk melalui solusi dua negara.
Namun, keputusan Israel untuk membatasi ruang diplomasi dan melanjutkan ekspansi permukiman diyakini akan memperkeruh dinamika kawasan dan memperkecil peluang tercapainya perdamaian jangka panjang. []
Nur Quratul Nabila A