Israel Serbu Damaskus, Komunitas Druze Jadi Korban

DAMASKUS — Ketegangan di Suriah meningkat tajam setelah Israel melancarkan serangan udara besar-besaran ke Damaskus dan wilayah selatan negara itu sebagai respons terhadap kekerasan yang menimpa komunitas Druze di Sweida.

Serangan ini juga mendorong Amerika Serikat (AS) untuk menkan pemerintah Suriah agar menarik pasukannya dari kawasan tersebut.

Serangan udara Israel yang terjadi pada Rabu (16/7/2025) dilaporkan menghantam gedung Kementerian Pertahanan Suriah dan kawasan di sekitar istana presiden di Damaskus.

Kementerian Kesehatan Suriah menyebut sedikitnya lima anggota pasukan keamanan tewas akibat serangan tersebut.

Sementara itu, sumber medis dan lembaga pemantau HAM memperkirakan total korban jiwa dari konflik di Sweida mencapai 350 orang, termasuk 27 warga sipil dari komunitas Druze.

“Kami tidak akan membiarkan Suriah selatan menjadi benteng teror,” tegas Kepala Staf Militer Israel, Letjen Eyal Zamir, seperti dikutip Reuters.

Israel menuding pemerintahan sementara Presiden Ahmed al-Sharaa sebagai kelompok Islamis radikal yang mengancam keberadaan minoritas, termasuk komunitas Druze yang juga ada di wilayah Israel. Militer Israel menyatakan komitmennya untuk melindungi komunitas tersebut.

Sebelumnya, masyarakat Druze di Israel menggelar aksi protes. Beberapa di antara mereka bahkan dilaporkan menyeberangi perbatasan menuju Suriah untuk membantu kerabatnya yang terjebak dalam konflik.

“Saya tidak sanggup melihat keluarga saya dibantai. Mereka diusir, rumah mereka dibakar, dan saya tak bisa berbuat apa-apa,” kata Faez Shkeir, warga Druze asal Israel, kepada Reuters.

Perkembangan terbaru mencatat, pemerintah Suriah mulai menarik pasukannya dari Sweida. Penarikan ini disebut sebagai hasil dari kesepakatan damai menyusul tekanan dari komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat.

“Kami telah menyepakati langkah-langkah spesifik yang akan mengakhiri situasi ini malam ini,” ujar Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, melalui media sosial, dikutip AFP.

Meski demikian, saksi mata dan pemantau HAM melaporkan bahwa pasukan Suriah masih terlihat beroperasi di wilayah tersebut, bahkan diduga turut serta dalam serangan bersama kelompok bersenjata Badui terhadap warga Druze.

Kekerasan di Sweida sendiri meletus sejak Minggu lalu, dipicu bentrokan antara milisi Druze dan kelompok bersenjata suku Badui.

Pemerintah Suriah yang awalnya mengirim pasukan untuk meredam konflik, justru dituduh terlibat dalam eskalasi kekerasan terhadap komunitas minoritas itu.

“Kami terkepung. Anak-anak kami ketakutan. Kami bersembunyi dan menjaga suara tetap pelan agar tidak ketahuan,” ujar seorang warga Sweida melalui sambungan telepon.

Sementara itu, Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar sidang darurat hari Kamis untuk membahas krisis ini.

“Dewan harus mengutuk kejahatan biadab terhadap warga sipil tak bersenjata di tanah Suriah,” ujar Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon.

Komunitas Druze, yang menganut kepercayaan bercabang dari Islam, tersebar di Suriah, Lebanon, dan Israel.

Dalam berbagai konflik di Timur Tengah, mereka kerap terjebak di antara kepentingan politik dan militer yang lebih besar. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *