Janin 8 Bulan Jadi Korban, Wanita Bekasi Nekat Aborsi untuk Kerja

BEKASI — Kasus aborsi kembali mengguncang publik. Seorang wanita berinisial SR (30) di Bekasi, Jawa Barat, nekat menggugurkan kandungannya yang telah berusia delapan bulan hanya demi diterima bekerja.
Tindakan tersebut dilakukan dengan cara mengonsumsi sepuluh butir obat aborsi yang dibelinya secara daring. SR mengaku kepada pihak kepolisian bahwa kehamilan menjadi penghalang dirinya untuk memperoleh pekerjaan.
Setelah menenggak obat, SR berusaha mencari pekerjaan dan akhirnya mendapat tawaran dari seorang calon majikan di kawasan Kedoya, Jakarta Barat. Namun, ketika berkunjung ke rumah calon majikan tersebut, ia merasakan sakit yang luar biasa pada perutnya.
Melihat kondisi SR yang melemah, calon majikan dengan sigap membawanya ke Puskesmas terdekat. Sayangnya, setibanya di fasilitas kesehatan itu, petugas menyatakan bahwa bayi yang dikandung SR sudah tidak bernyawa.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa saat masih dalam kandungan, denyut jantung janin sudah tidak ada. Bayi dinyatakan meninggal dalam kandungan,” ungkap Kanit Reskrim Polsek Kebon Jeruk, AKP Ganda Sibarani.
Setelah kejadian tersebut, SR langsung dirujuk ke RS Polri untuk menjalani perawatan sekaligus autopsi guna memastikan penyebab kematian janin. Setelah tidak memerlukan perawatan lanjutan, SR resmi ditahan dan dititipkan di Polres.
Dari hasil penyelidikan, diketahui bahwa SR bekerja sebagai asisten rumah tangga. Ia melakukan tindakan nekat itu karena khawatir kehamilannya membuatnya ditolak oleh calon pemberi kerja.
“Setelah menerima obat tersebut, SR mengonsumsinya saat berada di kosannya di Bekasi,” kata Ganda.
Kasus SR menjadi gambaran nyata tekanan ekonomi dan sosial yang kerap mendorong perempuan mengambil langkah ekstrem. Namun secara hukum, tindakan aborsi tanpa alasan medis merupakan tindak pidana yang telah diatur dalam perundang-undangan Indonesia.
Dikutip dari Kompas.com, dr. RA Sita Daniswati Utari, SpOG, Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di RS Mayapada Kuningan serta Klinik Morula IVF RS Betsaida Serpong, menegaskan bahwa aborsi dilarang keras kecuali dalam kondisi darurat medis atau kasus pemerkosaan.
Aborsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Pasal 75 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali dengan alasan tertentu yang diatur hukum.
Larangan tersebut bukan tanpa dasar. Sita Danis menjelaskan bahwa aborsi memiliki banyak risiko medis serius, di antaranya:
-
Mengancam nyawa. Perdarahan hebat dapat terjadi dan berujung fatal bagi ibu.
-
Infeksi dan komplikasi. Aborsi dapat menyebabkan infeksi pada rahim hingga sepsis, bahkan berujung kemandulan.
-
Lemahnya serviks. Dapat meningkatkan risiko keguguran atau kelahiran prematur pada kehamilan berikutnya.
-
Meningkatkan risiko kanker. “Pada wanita yang pernah aborsi risiko jadi kanker 2-3 kali lebih tinggi,” jelasnya.
-
Gangguan reproduksi lainnya. Termasuk kehamilan ektopik, hamil anggur, dan ketidaksuburan permanen.
Kasus seperti yang dialami SR diharapkan menjadi pelajaran penting bagi masyarakat bahwa tekanan ekonomi tidak dapat dijadikan alasan untuk melanggar hukum maupun membahayakan keselamatan diri sendiri. Pemerintah dan lembaga sosial pun diimbau memperkuat edukasi serta akses dukungan bagi perempuan agar tidak terjerumus pada pilihan berisiko seperti aborsi ilegal. []
Siti Sholehah.