Janji Manajemen RSHD Diragukan, DPRD Minta Kepastian

ADVERTORIAL – Persoalan ketenagakerjaan di Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) terus menuai sorotan. Puluhan laporan yang masuk ke Komisi IV DPRD Kalimantan Timur menjadi cermin kegagalan perlindungan hak pekerja di sektor kesehatan.
Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, M. Darlis Pattalongi, menyampaikan bahwa pihaknya menerima lonjakan aduan dari karyawan dan eks karyawan RSHD. Awalnya hanya sekitar 30 orang yang mengadu, namun kini jumlahnya meningkat menjadi 57 orang.
Bahkan dua di antaranya disebut telah mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). “Tidak menutup kemungkinan, sebetulnya karyawan dan eks karyawan yang bermasalah lebih dari itu,” ujar Darlis, Selasa (10/06/2025), di Gedung E DPRD Kaltim.
Menurut politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini, masalah yang muncul bukan sekadar soal angka. Komisi IV memandang persoalan tersebut sebagai isu mendasar yang menyentuh harkat dan martabat pekerja. “Kami di Komisi IV tidak melihat dari persoalan jumlah. Mau 10 orang, 20 orang, 30 orang, ini persoalan kemanusiaan,” tegas Darlis.
Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang telah digelar pada 29 April 2025 sebelumnya menghasilkan komitmen manajemen RSHD untuk menuntaskan kewajiban terhadap para pekerja. Namun hingga kini, belum ada realisasi konkret.
Pihak rumah sakit bahkan disebut memberikan tenggat hingga Agustus 2025, yang dinilai sebagai bentuk penghindaran tanggung jawab. “Kalau tidak salah Agustus mereka berjanji untuk menyelesaikan itu. Tapi bagi kami di Komisi IV, komitmen seperti itu belum tentu bisa dipegang,” tegasnya lagi.
Komisi IV, lanjut Darlis, tidak akan membiarkan persoalan ini mengambang. Koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim akan terus diperkuat demi memastikan seluruh rekomendasi RDP dijalankan. “Karena ada juga pengadu yang sudah dipecat. Tapi bagi kami di Komisi IV, apapun statusnya, haknya harus terpenuhi,” imbuhnya.
Persoalan semakin kompleks ketika muncul laporan penahanan ijazah oleh pihak manajemen rumah sakit terhadap eks karyawan. Tindakan tersebut dinilai tidak hanya melanggar etika, tapi juga mempersempit peluang korban untuk mencari pekerjaan baru dan memperbaiki keadaan ekonomi mereka.
“Sambil menunggu penyelesaian hak-hak mereka dari manajemen RSHD, mereka juga bisa melamar di tempat lain mencari pekerjaan. Jangan sampai ini statusnya sudah terombang-ambing, haknya tidak dipenuhi, ijazahnya juga ditahan,” pungkas Darlis.
Situasi ini membuka kembali perbincangan soal perlunya pengawasan ketat terhadap rumah sakit swasta dalam pengelolaan tenaga kerja. DPRD Kaltim menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam dan akan terus mendorong penyelesaian yang adil dan bermartabat bagi semua pihak yang terdampak. []
Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum