Jatam Bilang, Bikin PLTN = Bunuh Diri

Kota Mati Chernobyl
Kota mati Chernobyl akibat radiasi nuklir pembangkit listrik.
SAMARINDA – Keinginan Kaltim membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) terus dimatangkan. Meski pemodal belum ada, target pembangunan dicanangkan.
Menurut rencana, groundbreaking atau peletakan batu pertama tanda pembangunan PLTN pada 2017. Pro-kontra pun terus mengiringi megaproyek bernilai triliunan rupiah tersebut.
Di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur  Kaltim, Rabu (30/9) lalu, dihelat seminar peringatan Hari Teknologi Nasional (Harteknas). Namun, seminar yang dimulai pukul 09.00 Wita itu berjalan tak lazim. Di tengah acara atau sekitar dua jam setelah dimulai, delapan orang yang tergabung dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim beranjak dari kursi.
Mereka duduk terpencar kemudian maju ke sisi depan di kiri ruangan. Mereka menjalankan aksi diam. Tangan terbalut sarung medis berwarna putih dan memakai masker. Lima lembar karton yang dipegang bertulis Lingkungan Bukan Energi Nuklir. Spanduk lain memuat lambang nuklir.
Aksi itu sempat mengalihkan perhatian para peserta seminar. Tidak sedikit yang mengabadikan momen dengan jepretan kamera ponsel. Sempat dihampiri panitia acara, mereka bersepakat aksi hanya diberi waktu 30 menit. Di pengujung waktu, mereka lalu naik ke panggung di belakang meja narasumber seminar. Hanya sebuah penanda aksi berakhir.
Koordinator aksi dan kampanye dari Jatam Kaltim, Didit Haryadi, mengatakan mereka memang memenuhi undangan Gubernur Kaltim dalam peringatan Harteknas. Aksi diam mengambil panggung untuk menyampaikan tuntutan Jatam yang menolak rencana pembangunan PLTN di Talisayan, Berau.
“Bagaimana mau bicara nuklir? Energi yang selama ini dikeruk seperti batu bara saja tidak becus dilaksanakan,” ucap dia selepas aksi.
“Batu bara di Kaltim bukan menerangi Kaltim. Tapi, menerangi Pulau Jawa dan diekspor ke luar negeri,” sambungnya. Jauh berbeda bila emas hitam dikelola dengan baik. Jatam meyakini, Kaltim tak akan krisis listrik atau energi.
Rencana pembangunan PLTN justru sama dengan kebijakan bunuh diri. Bahkan, disebut sebagai malapetaka bagi masyarakat Bumi Mulawarman. Langkah selanjutnya, Jatam tetap mengkritik dan membangun aliansi bahwa PLTN tidak layak dibangun di provinsi ini.
“Harus belajar kejadian Chernobyl dan Fukushima. Itu kegagalan PLTN yang sekarang digadang-gadang Batan (Badan Tenaga Nuklir Nasional),” tutur Didit. Lagi pula, selama ini yang disosialisasikan tentang PLTN seputar yang baik-baik saja. Menurut Jatam, itu kebohongan publik.
Ketimbang nuklir, lebih baik memanfaatkan energi ramah lingkungan semisal pembangkit tenaga air, angin, atau panas bumi. Bukannya mengoptimalkan sumber energi alternatif yang murah dan aman, sebut dia, Pemprov justru merencanakan membangun PLTN.
Sebelum aksi, LSM peduli lingkungan itu menggugat Pejabat Penyedia Informasi Daerah Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kaltim. Sebab, data nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) antara Batan dan Pemprov ditutup.
“Menjadi pertanyaan besar bagi kami. Apa alasan data itu harus disembunyikan? Harusnya dibuka kepada publik,” ujarnya.
Merah Johansyah, dinamisator Jatam Kaltim, mengatakan bahwa hal itu membuat pihaknya mengendus aroma kejahatan informasi. “Alasan mereka (Balitbangda, Red), dalam klausul MoU disebutkan bersifat rahasia. Kami melihat ada niat buruk,” sebutnya.
Padahal, jika merujuk UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, disebutkan bahwa setiap MoU atas nama pemerintah kepada swasta, mesti dibuka ke publik. Pemerintah ialah lembaga publik yang dibiayai dana publik. “Kami mengultimatum pemprov agar dibuka. Zaman sekarang kok ditutupi. Kalau tidak salah, kenapa risih?”
Sementara itu, Kepala Balitbangda Kaltim Dwi Nugroho Hidayanto menuturkan, ada pertimbangan memilih nuklir sebagai sumber energi. Negara maju sudah banyak memanfaatkan energi tersebut. Di Tiongkok, sebagai contoh, sudah ada 24 reaktor nuklir untuk pembangkit listrik. Korea Selatan dan Rusia juga demikian. “Jadi perlu memulai. Diskusi ini sebagai mata rantai membangun energi yang lebih baik,” ujar dia.
Diakuinya, memang bukan hal sederhana. Perlu dukungan semua pihak. Namun, dia menganggap pro-kontra merupakan hal yang biasa ketika memulai sesuatu yang baru. Diyakini, setelah paham, selanjutnya mendukung.
“LSM yang menolak atau resisten biasanya belum paham. Di Kaltim, akan didirikan Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia atau Himni,” kata guru besar Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Samarinda, itu.
Dia melanjutkan, cara itu dapat mengedukasi masyarakat agar yang paham semakin banyak dan tidak resisten. “Aksi tadi (kemarin siang) hal wajar. Dua hari lalu (28/9), di antara mereka datang ke kantor saya. Tanya berbagai hal dan kami undang,” terangnya.
Dia mengatakan, dengan menghadiri undangan, seminar diharapkan menjadi wadah diskusi. Bukan wadah aksi seperti yang diperbuat para aktivis. Meski hanya aksi damai, kata dia, tak elok dilihat. “Tapi, tidak apa-apa. Bagian dari berdemokrasi. Evaluasi kami, masyarakat kurang teredukasi,” terang Dwi.
nuklir-kaltim-kian-matang
Aksi di tengah seminar.
Mengenai permintaan data dari Jatam, dia menjelaskan, ada aturan yang disepakati Batan dengan pemprov. Salah satu pasal menyebutkan, MoU tak boleh berada di tangan pihak ketiga. Dia menuturkan, itu merupakan rahasia negara.
“Saya katakan, apa Anda mau saya dihukum gara-gara itu? Sudah saya ceritakan bahwa kerja sama Batan dengan Pemprov mengenai penggunaan nuklir untuk kesejahteraan dan pembangunan,” jelasnya.
Dia menepis telah ada MoU dengan China General Nuclear (CGN), investor dari Tiongkok. Namun, CGN memang pernah bersurat kepada pemprov untuk mengajak kerja sama. Secara aturan, kerja sama dibuat oleh pemerintah RI dengan pemerintah Republik Rakyat Tiongkok.
Menanggapi rencana pembangunan PLTN yang tidak termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kaltim 2013–2018, bukan jadi soal. Menurut dia, bila dianggap penting, hal tersebut bisa diadakan melalui revisi.
Ditambahkan, bila berbicara konteks kepentingan Kaltim, mau tak mau masa depan energi adalah nuklir. Energi terbarukan itu hanya berskala kecil. Tapi, bukan berarti menyampingkan keberadaan semisal biomassa.
“Memulai nuklir adalah sebuah langkah maju. Tahap awal 50 MW. Jangka panjang membangun 1.000 MW,” pungkas dia. [] Irwanto Sianturi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *