Java Man Dipamerkan, Tonggak Baru Kedaulatan Budaya Indonesia
JAKARTA – Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia menghadirkan pameran permanen bertajuk Sejarah Awal: Jejak Manusia Jawa, Kini Kembali sebagai penanda penting kembalinya salah satu temuan paleoantropologi paling berpengaruh di dunia ke tanah asalnya. Fosil Pithecanthropus erectus atau Homo erectus, yang lebih dikenal sebagai Java Man, kini dapat kembali disaksikan publik Indonesia setelah lebih dari satu abad berada di Belanda.
Pengembalian fosil hasil temuan ilmuwan Belanda Eugène Dubois tersebut tidak hanya bernilai simbolik, tetapi juga memiliki makna strategis dalam konteks ilmu pengetahuan dan kedaulatan budaya. Java Man merupakan salah satu bukti kunci evolusi manusia purba dan telah lama menempatkan wilayah Nusantara dalam peta penting sejarah manusia dunia.
Pameran ini diresmikan langsung oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon di Ruang Kertarajasa, Museum Nasional Indonesia, Jakarta, pada Rabu (17/12/2025). Melalui pameran ini, pemerintah ingin mengajak masyarakat melihat kembali perjalanan panjang manusia purba di Indonesia secara utuh dan kontekstual.
Indonesia sendiri dikenal sebagai salah satu wilayah dengan temuan Homo erectus terbanyak di dunia. Lebih dari separuh fosil Homo erectus global ditemukan di berbagai situs di Indonesia, seperti Sangiran, Trinil, Ngandong, Semedo, Bumiayu, hingga Rancah. Fakta ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat penting penelitian evolusi manusia.
Fadli Zon menegaskan bahwa repatriasi fosil Java Man merupakan bagian dari upaya memulihkan narasi sejarah bangsa yang selama ini terpisah dari sumber aslinya.
“Kita memikul tanggung jawab untuk melindungi warisan budaya, memulihkan narasi sejarah, serta memastikan akses publik terhadap warisan budaya dan ilmu pengetahuan yang menjadi milik Indonesia. Oleh karena itu, repatriasi menjadi salah satu prioritas nasional,” jelas Fadli, dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Kerajaan Belanda serta berbagai pihak yang terlibat dalam proses panjang repatriasi tersebut. Menurutnya, kerja sama ini mencerminkan pendekatan baru yang lebih setara dalam menyikapi warisan sejarah kolonial.
“Langkah ini mencerminkan sikap bertanggung jawab dalam menyikapi masa lalu yang kompleks dengan penuh integritas, sekaligus menegaskan nilai-nilai universal yang kita junjung bersama serta memperkuat hubungan yang berlandaskan kesetaraan dan saling menghormati,” jelasnya.
Dukungan serupa disampaikan Direktur Jenderal Naturalis Biodiversity Center Leiden, Marcel Beukeboom. Ia menilai repatriasi fosil Dubois sebagai bagian dari proses ilmiah dan etis yang melibatkan kajian mendalam oleh komite independen bersama Tim Repatriasi Indonesia.
“Fosil ini menjadi saksi atas mata rantai penting dalam evolusi manusia, sekaligus merepresentasikan bagian dari sejarah Indonesia dan merupakan warisan budaya,” ujar Marcel.
Marcel juga menegaskan bahwa penyerahan fosil Java Man bukanlah akhir, melainkan awal dari tahap lanjutan kerja sama antara Indonesia dan Belanda.
“Penyerahan ini merupakan permulaan dari tahap berikutnya. Kami berniat untuk melakukan repatriasi atas ribuan koleksi yang digali di Indonesia lebih dari 130 tahun lalu,” jelasnya.
Dalam pameran ini, pengunjung dapat melihat langsung fragmen tengkorak, gigi geraham, tulang paha Homo erectus, serta artefak pendukung seperti cangkang kerang bergores yang diperkirakan berusia sekitar satu juta tahun. Penyajian pameran dilengkapi ilustrasi ilmiah dan konten multimedia imersif untuk menjangkau berbagai lapisan masyarakat secara inklusif.
Melalui pameran Sejarah Awal: Jejak Manusia Jawa, Kini Kembali, Kementerian Kebudayaan menegaskan komitmennya untuk menjaga, meneliti, dan membuka akses luas terhadap warisan budaya bangsa. Pameran ini diharapkan menjadi ruang edukasi publik yang memperkuat kesadaran sejarah, membangun kebanggaan nasional, serta menginspirasi generasi muda dalam pelestarian warisan budaya Indonesia.[]
Siti Sholehah.
