Jepang Wajibkan Tes TBC untuk Pendatang Asing, Indonesia Masuk Daftar Berikutnya

TOKYO — Pemerintah Jepang mulai menerapkan kebijakan wajib tes tuberkulosis (TBC) bagi warga negara asing yang berencana tinggal lebih dari tiga bulan di Negeri Sakura.
Kebijakan ini mulai berlaku pada Senin (23/6/2025) dan tahap pertama diberlakukan bagi warga negara Filipina dan Nepal.
Langkah ini diambil menyusul meningkatnya jumlah kasus TBC yang terdiagnosis di kalangan pendatang asing di Jepang, terutama dari enam negara yang menjadi fokus perhatian.
Menurut keterangan pejabat Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang, negara-negara tersebut adalah Filipina, Nepal, Vietnam, Indonesia, Myanmar, dan China.
“Vietnam dijadwalkan akan masuk dalam daftar pada bulan September, diikuti oleh Indonesia, Myanmar, dan China,” ujar pejabat tersebut.
Aturan baru ini mewajibkan warga negara asing dari negara yang tercantum untuk menyertakan sertifikat bebas infeksi TBC sebagai syarat sebelum memasuki wilayah Jepang. Jika dokumen tersebut tidak tersedia atau tidak valid, izin masuk akan ditolak.
Kebijakan ini hanya berlaku bagi pendatang dengan visa tinggal menengah hingga panjang, dan tidak mencakup pelancong jangka pendek atau wisatawan.
Berdasarkan data terbaru, angka kasus TBC di Jepang menunjukkan tren menurun. Pada 2021, angka kasus TBC mencapai 9,2 per 100.000 penduduk, dan menurun menjadi 8,1 pada 2023.
Dengan demikian, Jepang dikategorikan sebagai negara dengan insiden TBC rendah menurut klasifikasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Namun, Kementerian Kesehatan Jepang mencatat bahwa peningkatan kasus TBC justru berasal dari kalangan warga negara asing, khususnya dari enam negara asal yang kini menjadi target kebijakan skrining ini.
Menurut WHO, meskipun TBC merupakan penyakit menular yang dapat dicegah dan disembuhkan, penyakit ini tetap menjadi ancaman global.
Pada 2023, TBC menyebabkan sekitar 1,25 juta kematian, menjadikannya salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia, kembali melampaui COVID-19.
Penerapan kebijakan skrining ketat ini diharapkan dapat melindungi kesehatan publik di Jepang dan menekan risiko penyebaran penyakit menular dari luar negeri.
Pemerintah Indonesia belum mengeluarkan tanggapan resmi terkait potensi penerapan kebijakan serupa bagi warganya yang akan bekerja atau belajar di Jepang dalam waktu dekat. []
Nur Quratul Nabila A