JGTC Bukan Sekadar Festival, Tapi Ruang Ekonomi Kreatif

JAKARTA – The 48th Jazz Goes to Campus (JGTC) kembali digelar pada 9 November 2025 di Universitas Indonesia (UI), Depok. Festival musik jazz tertua di Indonesia ini bukan hanya menghadirkan suguhan musik, tetapi juga terbukti menjadi medium regenerasi musisi serta penggerak roda ekonomi kreatif.
Sejak pertama kali digagas oleh mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI pada 1976, JGTC menjelma menjadi barometer perkembangan jazz di tanah air. Keberlanjutan festival ini selama hampir lima dekade menegaskan bahwa musik jazz memiliki ruang kuat dalam budaya populer Indonesia.
Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menilai JGTC bukan sekadar agenda tahunan, melainkan wadah yang menciptakan dampak berlapis, baik sosial maupun ekonomi.
“JGTC bukan hanya festival musik, tetapi ruang kreasi yang menumbuhkan ekosistem ekonomi kreatif berbasis musik, membuka peluang usaha bagi UMKM, dan memperluas jejaring musisi muda. Benar sekali tadi bahwa acara ini bukan dibuat hanya untuk, tanda petik ‘happy-happy’ saja, tetapi ada impact sosial yang dipikirkan. Kemudian ada impact untuk ekosistem musiknya dan juga kontribusinya terhadap masyarakat sekitar jika dihitung dengan benar,” tegasnya dalam audiensi bersama panitia di Jakarta, Selasa (16/09/2025).
Mengusung tema “Serenading Jazz for the Youth”, JGTC 2025 telah menghadirkan sejumlah pra-acara sejak Mei. Roadshow UI di FISIP UI menarik sekitar 5.000 pengunjung, dilanjutkan Margo Jazz Night di Depok yang dihadiri 8.000 penonton, serta Sarinah Jazz Night di Jakarta yang menandai kick-off resmi festival.
“Jadi acara tersebut merupakan bentuk kick off dari JGTC tahun 48 yang akan kita jalani. Tujuannya kita mau menghadirkan awareness dengan mengajak mulai dari mahasiswa, komunitas hingga masyarakat. Nantinya Sarinah Jazz Night menjadi pertanda kick off JGTC,” jelas Project Officer Ravandika.
Puncak acara ditargetkan menghadirkan lebih dari 15.000 penonton, dengan empat panggung utama yang menampilkan belasan musisi nasional dan internasional. Kolaborasi musisi senior dan talenta muda akan memperkuat posisi jazz sebagai musik lintas generasi.
Selain musik, festival ini juga menciptakan perputaran ekonomi signifikan. Lebih dari 65 UMKM kuliner dan 13 brand fesyen terlibat, dengan nilai perputaran usaha diperkirakan mencapai Rp 1,2 miliar. Kegiatan ini membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal Depok dan sekitarnya, sekaligus memperkuat jejaring usaha kecil dalam industri kreatif.
Data panitia menunjukkan mayoritas pengunjung adalah anak muda berusia 17–22 tahun (46,8 persen). Kehadiran generasi muda dalam jumlah besar menjadi sinyal positif bagi keberlanjutan jazz di Indonesia. Jakarta (43,5 persen) dan Depok (30,6 persen) tercatat sebagai penyumbang terbesar pengunjung, menunjukkan daya tarik JGTC yang melampaui batas wilayah.
Dengan rangkaian program yang menggabungkan hiburan, edukasi, dan pemberdayaan ekonomi, JGTC 2025 diharapkan semakin kokoh sebagai festival musik yang tidak hanya merayakan jazz, tetapi juga mendorong pertumbuhan industri kreatif nasional.
Dalam audiensi tersebut, Menteri Ekraf didampingi Deputi Bidang Kreativitas Media Agustini Rahayu serta Direktur Musik Mohammad Amin, menegaskan ajakan kepada publik untuk hadir dan merasakan langsung energi musik jazz yang mempersatukan lintas generasi. []
Diyan Febriana Citra.