Junaidi: Pembatasan Fasilitas Bukan Pembatasan Hak Warga

ADVERTORIAL – Upaya pengelolaan fasilitas umum di kawasan olahraga Kalimantan Timur terus menghadapi kendala, terutama dalam hal sosialisasi kebijakan kepada masyarakat. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kalimantan Timur, Junaidi, mengakui perlunya pendekatan yang lebih terstruktur dalam penerapan kebijakan pemanfaatan fasilitas publik. “Jadi penerapannya ini agak sulit gitu kan, karena mungkin juga kami ada kekurangan dari sisi sosialisasi terhadap masyarakat sehingga terjadi protes-protes dari masyarakat,” ujarnya, Kamis (26/06/2025), di Gedung Kadrie Oening Tower, Samarinda.
Menurut Junaidi, harapan masyarakat untuk menikmati fasilitas dengan nyaman, tertib, dan tanpa biaya merupakan aspirasi yang wajar. “Ini wajar, karena masyarakat kan inginnya ini nyaman, tertib, dan free begitu,” ucapnya. Namun demikian, ia menegaskan bahwa pembatasan atau penarifan yang diberlakukan bukan untuk membatasi hak warga, melainkan sebagai upaya pengendalian dan perlindungan fasilitas agar tidak disalahgunakan. “Itu wajar-wajar saja, tapi kalau free ini biasanya nih kan ada orang-orang yang tidak baik gitu ngambil-ngambilin helm, yang seperti itu yang jadi masalah,” jelasnya.
Junaidi menambahkan bahwa Peraturan Daerah (Perda) yang telah diterbitkan mengenai pengelolaan fasilitas olahraga memiliki dua peran penting: meningkatkan pendapatan daerah serta mengatur pemanfaatan fasilitas secara tertib dan berkelanjutan. “Untuk perda, peraturan daerah itu tadi, fungsinya selain untuk pendapatan daerah dalam rangka pemeliharaan, menambah pendapatan daerah,” katanya. “Selain itu, dia juga melakukan fungsi pembatasan,” tambahnya.
Sebagai ilustrasi, ia mencontohkan penggunaan lapangan sepak bola yang berisiko tidak terkontrol jika tidak diatur dengan baik. “Kalau seandainya lapangan bola ini kita bebaskan, kita free-kan gitu ya. Ini lapangan bola misalnya kita free-kan lapangan bola ini, maka jadwal tahun 2026 mungkin sudah full. Karena banyak yang booking,” paparnya. Menurutnya, pemanfaatan fasilitas secara terus-menerus tanpa jeda akan menyulitkan proses pemeliharaan dan berdampak pada anggaran pemeliharaan yang tidak sedikit. “Terus kalau itu setiap hari digunakan, kapan untuk melakukan pemeliharaan, kapan melakukan perawatannya, terus berapa besar biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk perawatan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kebersihan serta kualitas fasilitas dengan pengelolaan penggunaan yang baik. “Karena setiap penggunaan pasti harus ada perawatan baik itu dari kebersihannya, apa segala macam gitu kan,” katanya. Dengan demikian, pembatasan bukan berarti menutup akses, namun merupakan bagian dari strategi untuk menjaga fasilitas tetap prima dan dapat digunakan secara adil oleh semua lapisan masyarakat.
“Jadi ini bentuk sebenarnya pembatasan dalam hal penggunaan supaya seimbang dan balance kalau menurut saya seperti itu,” pungkasnya. Melalui komunikasi yang lebih terbuka serta edukasi publik yang intensif, pemerintah daerah berharap kebijakan ini dapat diterima lebih luas oleh masyarakat dan mampu menciptakan sistem pengelolaan fasilitas umum yang tertib, aman, dan berkelanjutan di Kalimantan Timur.
Penulis: Putri Aulia Maharani | Penyunting: Enggal Triya Amukti