Kabupaten Pandeglang Hadapi Krisis Air Bersih, 12 Kecamatan Terdampak
PNDEGLANG – Kekeringan semakin parah melanda Kabupaten Pandeglang, khususnya di Kecamatan Cadasari. Tiga desa di wilayah ini, yaitu Desa Tapos, Desa Koranji, dan Desa Kaduela, telah mengalami krisis air bersih selama satu bulan terakhir.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga terpaksa menggunakan air dari musala setempat, yang bersumber dari mata air Gunung Karang. Penggunaan air ini diatur dengan jadwal ketat karena pasokan yang terbatas.Selain itu, warga juga memanfaatkan aliran air langsung dari mata air Gunung Karang, meskipun debit airnya kini mulai menipis. Kasi Kesejahteraan Sosial Desa Koranji, Saprudin, mengungkapkan bahwa warga di desanya telah mengalami kekeringan selama hampir satu bulan.
Akibatnya, mereka harus menempuh jarak lebih dari dua kilometer ke sumber air di Suka Cai setiap pagi dan sore, meski air tersebut masih belum mencukupi kebutuhan mereka di rumah.
“Di Desa Koranji, masyarakat terpaksa turun ke sumber air setiap pagi dan sore karena kekeringan. Airnya pun sedikit, jadi banyak yang juga membeli air dari truk tangki sesuai kemampuan,” ungkap Saprudin yang dikutip radrbanten, Selasa 20 Agustus 2024.
Menurut Saprudin, Kasi Kesejahteraan Sosial Desa Koranji, ada 11 kampung di desa tersebut yang terdampak krisis ini. Meski air masih menetes walau dalam jumlah sangat sedikit, pihak desa belum mengajukan permohonan bantuan.
Namun, ia menegaskan bahwa dalam waktu dekat, pihaknya akan mengajukan permohonan bantuan air bersih kepada pemerintah daerah.
“Di desa kami ada sebelas kampung yang mengalami krisis air bersih. Kami berharap ketika permohonan bantuan diajukan, semua warga bisa mendapatkan air bersih secara merata. Kami akan segera mengusulkan bantuan air ke pemerintah daerah,” ujarnya.
Sementara itu, salah satu warga Kampung Putat, Desa Koranji, Rohayati mengungkapkan bahwa ia mengalami kesulitan mendapatkan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari di rumahnya. Dampak kemarau membuat air sangat sulit didapatkan, terutama bagi keluarga dengan memiliki anak kecil.
“Iya, susah sekali airnya, apalagi punya anak kecil. Buat minum saja susah. Tahun lalu saat kemarau juga sama seperti ini, tidak ada air,” keluh Rohayati.
Untuk mengatasi krisis air bersih ini, Rohayati bersama warga lainnya terpaksa mengambil air dari mushola di dekat rumahnya. Pengambilan air diatur secara bergiliran setiap jam per kepala keluarga (KK), dengan sumber air yang berasal dari mata air Gunung Karang. Namun, debit air dari gunung itu kini mulai menipis.
“Sudah hampir sebulan kami mengalami kesulitan air. Kami mengambil air dari mushola yang airnya berasal dari gunung, tapi sekarang sudah kecil. Karena airnya semakin sedikit, pengambilannya dijadwalkan per jam,” katanya.
Salah satu warga lainnya, Bahrudin mengungkapkan hingga kini, belum ada bantuan air bersih yang diterima warga. Mereka masih mengandalkan air dari mushola setempat yang diambil dari mata air Gunung Karang, meskipun debit air semakin menipis.
“Airnya dari mata air Gunung Karang, tapi sekarang cuma sedikit. Belum ada bantuan air yang datang,” ucapnya.
Karena kondisi ini, banyak warga yang terpaksa membeli air bersih, dengan biaya yang tidak sedikit. Bahrudin menyebutkan, satu tangki air dihargai Rp 350 ribu, dan hanya warga yang mampu yang bisa membelinya.
“Kadang kami harus beli air, mungkin semua warga juga begitu. Satu tangki harganya Rp 350 ribu, dan itu pun hanya bagi yang mampu. Kami berharap ada bantuan, entah itu air bor atau air bersih lainnya,” jelasnya.
Terpisah, Camat Cadasari Wawan Ruswandi menyatakan bahwa kekeringan di wilayah tersebut bukanlah hal baru. Kondisi serupa terjadi tahun lalu, ada tiga desa di Kecamatan Cadasari yang terdampak krisis air bersih, yakni Koranji, Kaduela, dan Tapo selalu terdampak.
“Memang kondisi alam di sana cukup berbatu, sehingga saat kemarau seperti ini, krisis air bersih selalu berulang. Kami sebagai pemerintah terus berupaya mencari solusi untuk membantu masyarakat,” jelasnya.
Ia menjelaskan, jika sumber mata air yang ada tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan warga, pihaknya akan segera mengajukan permohonan bantuan air bersih ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan Pemadam Kebakaran (BPBD-PK) Pandeglang.
“Kami bersama pihak desa akan terus memantau ketersediaan air di desa-desa. Jika mata air yang ada tidak lagi mencukupi, kami akan segera mengirimkan surat permohonan bantuan ke BPBD dan sektor terkait lainnya, karena kecamatan sendiri tidak memiliki fasilitas penyediaan air,” katanya.
Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik pada BPBD-PK Pandeglang, Lilis menyampaikan berdasarkan data yang ada, sebanyak 12 kecamatan di Pandeglang terdampak kekeringan. Dari jumlah tersebut, sudah ada 5 kecamatan yang mengajukan permohonan bantuan air bersih, dan BPBD-PK Pandeglang telah menyalurkan bantuan ke lokasi-lokasi tersebut.
“Sampai saat ini, kami telah menyalurkan bantuan air bersih ke 5 kecamatan, yang mencakup 8 desa, 9 kampung, dan 850 kepala keluarga (KK) dengan total 2.569 jiwa. Kami telah mendistribusikan 36.000 liter air ke 5 kecamatan tersebut,” jelas Lilis.
Ia juga menambahkan bahwa bantuan air untuk Kecamatan Cibaliung baru saja diberangkatkan, sementara laporan dari tim di lapangan masih ditunggu. Dengan demikian, total sudah ada 6 kecamatan yang menerima bantuan air bersih dari Tim Reaksi Cepat (TRC) BPBD-PK Pandeglang.
“Kami masih menunggu laporan dan permohonan bantuan air dari kecamatan-kecamatan lainnya. Kami siap untuk terus mendistribusikan air bersih sesuai dengan kebutuhan,” tegasnya.
Lilis menekankan bahwa BPBD-PK Pandeglang akan terus mendukung upaya pendistribusian air bersih untuk membantu warga yang terdampak kekeringan di seluruh wilayah Pandeglang. []
Nur Quratul Nabila A