Kasus AG, BK DPRD Kaltim Pilih Jalur Mediasi
ADVERTORIAL — Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Rakyat daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) memastikan proses penanganan laporan terhadap salah satu anggota DPRD berinisial AG akan ditempuh melalui jalur mediasi. Hal tersebut disampaikan Ketua BK DPRD Kaltim, Subandi, usai rapat resmi BK yang digelar pada Selasa, (25/11/2025).
Rapat yang berlangsung pada sore hari itu merupakan agenda rutin BK yang membahas sejumlah isu kedewanan, termasuk perkembangan penanganan dugaan pelanggaran etik yang melibatkan AG. Menurut Subandi, seluruh prosedur penanganan laporan wajib dilaksanakan sesuai tata beracara dan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan lembaga.
“Di BK itu ada SOP, ada tata beracara, kode etik, dan tatib. Semua sanksi, baik lisan, tertulis, ringan, sedang maupun berat, punya tahapan yang panjang. Bahkan bisa sampai persidangan, ” ujar Subandi.
Ia menegaskan bahwa persidangan merupakan opsi terakhir apabila proses mediasi tidak mencapai kesepakatan penyelesaian. Karena laporan diajukan secara resmi, maka mekanisme penanganan harus mengikuti aturan yang berlaku.
“Karena ada pelapor resmi, prosesnya berbeda. Ada dua opsi: mediasi atau masuk ke proses sanksi yang tahapannya panjang. Kami sepakat menggunakan opsi mediasi karena itu lebih cepat dan tidak bertele-tele,” jelasnya.
BK DPRD Kaltim telah menjadwalkan pemanggilan pelapor pada Jumat mendatang untuk memberikan keterangan lanjutan. Sementara pemanggilan bagi terlapor AG juga akan dilakukan, meskipun tidak harus bersamaan dalam satu forum.
“Rencananya Jumat depan kami memanggil pelapor. Tidak harus dikonfrontir langsung. Yang penting tuntutan atau harapan dari pelapor kami dengarkan. BK memfasilitasi dan memediasi agar persoalan tidak berlarut-larut,” ungkap Subandi.
Lebih lanjut ia menegaskan, pemilihan jalur mediasi bukan berarti opsi sanksi tidak memungkinkan, namun untuk menjaga efisiensi proses dan proporsionalitas penanganan.
“Upaya mediasi memang menjadi opsi awal. Kalau nanti harus masuk ke sanksi, maka wajib melalui persidangan sesuai tata beracara,” katanya.
Terkait teknis administrasi, Subandi menjelaskan bahwa pemanggilan membutuhkan waktu karena harus melewati mekanisme penandatanganan pimpinan. Hal ini menyebabkan proses tidak bisa dilakukan secara mendadak.
“Surat pemanggilan tidak bisa selesai hari ini untuk besok. Disposisi dan penerbitan surat biasanya butuh waktu dua hari,” ujarnya.
Hingga saat ini, BK belum menemukan indikasi kuat untuk menuju pemberian sanksi terhadap AG. Fokus utama BK masih pada penyelesaian melalui dialog yang dianggap sebagai jalur tercepat dan paling efektif.
“Sejauh ini belum ada keputusan mengenai sanksi. Fokus kami sekarang menjalankan opsi mediasi terlebih dahulu,” tegasnya.
Subandi menutup pernyataannya dengan komitmen BK untuk menangani perkara ini secara profesional dan sesegera mungkin agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan.
“Persoalannya sebenarnya sederhana, hanya saja kami terikat SOP dan waktu rapat yang terbatas. Intinya, BK ingin persoalan ini selesai secepatnya tanpa kesan bertele-tele,” pungkasnya. []
Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum
