Kasus Kekerasan Anak Kembali Mencuat, DPRD Kaltim Bersikap Tegas

ADVERTORIAL — Kasus kekerasan terhadap anak dan remaja kembali menyita perhatian serius Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim). Dua peristiwa yang mencuat ke publik, yakni dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang duta budaya serta kasus perundungan di sekolah dasar yang menyebabkan korban mengalami patah kaki, dinilai sebagai peringatan keras bahwa sistem perlindungan anak masih memiliki celah besar.

Komisi IV DPRD Kaltim menilai rentetan kasus tersebut menunjukkan bahwa anak-anak masih belum sepenuhnya aman, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun ruang sosial yang seharusnya menjadi tempat tumbuh kembang yang sehat. Situasi ini memicu sikap tegas dari para legislator agar pencegahan dan penanganan dilakukan secara menyeluruh dan tidak parsial.

Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Agusriyansyah Ridwan, menegaskan bahwa tindakan pelecehan seksual dalam bentuk apa pun tidak dapat ditoleransi. Ia menilai perbuatan tersebut bertentangan dengan nilai agama sekaligus melanggar hukum positif yang berlaku. “Pelecehan seksual adalah perbuatan yang sangat tidak ditolerir. Baik agama maupun hukum positif jelas melarangnya,” ujarnya saat diwawancarai resmi usai Rapat Paripurna Ke-47 DPRD Kaltim, Minggu (30/11/2025).

Menurut Agusriyansyah, kasus ini harus menjadi bahan refleksi bersama agar upaya pencegahan dapat diperkuat sejak dini. Ia menekankan bahwa keluarga merupakan benteng pertama dalam melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan dan penyimpangan perilaku. “Upaya mitigasi harus dilakukan sejak dini melalui parenting keluarga. Anak-anak perlu dibekali lingkungan yang sehat agar terhindar dari perilaku menyimpang,” katanya.

Selain peran keluarga, Agusriyansyah juga menyoroti pentingnya penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Ia menilai hukuman yang setimpal perlu diberikan agar menimbulkan efek jera bagi pelaku sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat luas. “Tindakan hukum harus diberikan dengan hukuman setimpal agar menimbulkan efek jera. Ini penting supaya kasus serupa tidak terulang,” jelasnya.

Kasus yang melibatkan figur publik turut menjadi perhatian khusus. Agusriyansyah menyebut peristiwa ini sebagai bahan evaluasi bagi organisasi perangkat daerah (OPD) dalam menetapkan sosok penerima penghargaan atau gelar tertentu. “Terkait OPD, ketika memberikan penghargaan atau prestasi tentu mereka belum mengetahui adanya kasus. Ke depan, perangkat daerah harus lebih selektif dalam menetapkan figur publik, baik dari sisi kriteria maupun asesmen,” tegasnya.

Ia berharap momentum ini mendorong penguatan sistem perlindungan anak dan penanganan kekerasan seksual di Kalimantan Timur. Sinergi antara keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah daerah dinilai menjadi kunci utama. “Kami ingin semua pihak lebih peduli. Pencegahan harus dilakukan dari keluarga, sekolah, hingga pemerintah daerah. Dengan langkah konkret, kita bisa melindungi generasi muda dari perilaku menyimpang,” pungkas Agusriyansyah. []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *