Kasus Pencucian Uang Nurhadi Resmi Disidangkan di Pengadilan Tipikor

JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta telah resmi menerima pelimpahan berkas perkara dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. Setelah melalui proses administrasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, perkara ini siap disidangkan dalam waktu dekat.

“Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah menerima pelimpahan dan meregister berkas perkara Nomor 126/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Jkt.Pst atas nama Nurhadi,” kata juru bicara PN Jakarta Pusat, Andi Saputra, kepada wartawan, Kamis (06/11/2025).

Dengan diterimanya berkas tersebut, proses hukum terhadap Nurhadi memasuki babak baru. Pengadilan Tipikor juga telah menetapkan susunan majelis hakim yang akan mengadili perkara ini. “Ketua PN Jakpus telah menunjuk tiga hakim untuk mengadilinya yaitu Fajar Kusuma Aji sebagai ketua majelis dan Adek Nurhadi serta Sigit Herman Binaji masing-masing sebagai hakim anggota,” lanjut Andi.

Majelis hakim kini dijadwalkan akan bermusyawarah untuk menentukan tanggal sidang perdana. Sidang tersebut diperkirakan akan menarik perhatian publik karena menjadi kelanjutan dari kasus besar yang sebelumnya menjerat mantan pejabat tinggi lembaga yudikatif itu.

Sebagai latar belakang, Nurhadi sebelumnya telah dijerat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap dan gratifikasi pengurusan perkara di Mahkamah Agung pada 2019. Dalam perkara itu, Nurhadi diduga menerima uang suap senilai sekitar Rp 46 miliar terkait sejumlah pengurusan perkara perdata dan sengketa tanah di tingkat kasasi serta peninjauan kembali (PK).

KPK juga menilai bahwa penerimaan gratifikasi tersebut tidak pernah dilaporkan kepada lembaga antirasuah dalam batas waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur dalam undang-undang. Nurhadi bahkan sempat menjadi buron KPK selama beberapa bulan sebelum akhirnya ditangkap di sebuah rumah di kawasan Simprug, Jakarta Selatan, pada tahun 2020.

Melalui proses peradilan, Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono, divonis masing-masing 6 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan pada tahun 2021. Keduanya terbukti menerima suap dan gratifikasi dengan total mencapai Rp 49,5 miliar.

Kini, kasus TPPU menjadi babak lanjutan dari perkara yang melibatkan mantan pejabat tinggi MA tersebut. Dalam dakwaan terbaru, KPK menilai Nurhadi telah menggunakan sebagian hasil suap dan gratifikasi untuk menyamarkan sumber asal uang, di antaranya melalui pembelian aset serta kepemilikan lahan perkebunan sawit.

Sebelumnya, penyidik KPK juga telah menyita aset sawit senilai Rp 1,6 miliar yang diduga terkait dengan praktik pencucian uang oleh Nurhadi. Langkah penyitaan itu merupakan bagian dari upaya pelacakan dan pemulihan aset negara.

Dengan pelimpahan berkas ke Pengadilan Tipikor, publik kini menantikan bagaimana proses peradilan akan berjalan dan sejauh mana majelis hakim akan menilai bukti-bukti yang telah disiapkan jaksa penuntut umum. Kasus ini diharapkan menjadi momentum penting bagi penegakan hukum, khususnya dalam memastikan akuntabilitas pejabat negara di ranah peradilan. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *