Kelaparan Meluas di Sudan, PBB Peringatkan Krisis Kemanusiaan Terbesar di Dunia

SUDAN – Perang saudara yang berkecamuk di Sudan semakin memperburuk kondisi kemanusiaan di negara tersebut. Kelaparan meluas dengan cepat, mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memperingatkan bahwa Sudan berada di ambang “jurang maut” jika tidak segera mendapatkan bantuan.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Volker Turk, dalam pernyataannya pada Kamis (27/2/2025), mengungkapkan bahwa lima daerah di Sudan telah dilanda kelaparan, dengan lebih dari 600.000 warga terancam.

Salah satu kawasan yang terdampak paling parah adalah kamp pengungsi Zamzam di Darfur Utara, tempat Program Pangan Dunia (WFP) dan lembaga kemanusiaan Doctors Without Borders (MSF) terpaksa menghentikan operasi mereka akibat meningkatnya kekerasan.

Turk memperingatkan bahwa Sudan bisa mengalami “bencana kemanusiaan terbesar di dunia” jika tidak ada langkah konkret untuk menanggulangi krisis ini. Selain lima wilayah yang telah terdampak kelaparan, 17 wilayah lainnya masuk dalam kategori rawan pangan.

“Sudan berada di ambang ledakan lebih lanjut menuju kekacauan. Negara ini berisiko tinggi mengalami kejahatan kemanusiaan dan kematian massal akibat kelaparan,” ujar Turk.

Ia menyerukan tindakan segera untuk mengakhiri konflik, menyalurkan bantuan darurat, serta memulihkan sektor pertanian yang hancur akibat perang.

MSF menghentikan operasinya di kamp Zamzam, tempat lebih dari 500.000 orang mengungsi, sejak Senin. Dua hari kemudian, WFP juga menangguhkan distribusi bantuan karena eskalasi pertempuran antara militer Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF).

Sebelum penghentian operasi, WFP hanya mampu menjangkau 60.000 dari total 300.000 orang yang bergantung pada bantuan pangan di kamp tersebut. Serangan yang terjadi bahkan menghancurkan pasar utama di dalam kamp.

Direktur Operasi Kemanusiaan PBB, Edem Wosornu, melaporkan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa citra satelit menunjukkan penggunaan senjata berat di sekitar kamp Zamzam dalam beberapa pekan terakhir. Kamp ini terletak 12 kilometer di selatan El Fasher, ibu kota Darfur Utara, yang selama berbulan-bulan menjadi target serangan RSF.

Sejak perang pecah pada April 2023, puluhan ribu orang telah tewas, sementara lebih dari 12 juta orang mengungsi ke berbagai wilayah dalam dan luar Sudan. Situasi ini, menurut Turk, telah menciptakan “krisis pengungsian terbesar di dunia” saat ini.

Turk juga menyoroti langkah RSF yang berusaha membentuk otoritas pemerintahan di wilayah yang mereka kuasai, yang berpotensi semakin memperuncing konflik berkepanjangan. Saat ini, sekitar 30,4 juta warga Sudan membutuhkan bantuan kemanusiaan mendesak, termasuk pangan dan layanan kesehatan. Namun, dengan kurang dari 30 persen rumah sakit dan fasilitas medis yang masih beroperasi, sistem kesehatan negara itu nyaris lumpuh.

Selain kelaparan, Sudan kini menghadapi wabah kolera yang menyebar cepat di negara bagian White Nile. Serangan pesawat nirawak terhadap pembangkit listrik Um Dabakar di daerah tersebut semakin memperparah krisis dengan menghambat akses air bersih bagi warga kota Kosti. Sejak Agustus 2024, Kementerian Kesehatan Sudan mencatat lebih dari 55.000 kasus kolera dan 1.400 kematian akibat penyakit tersebut.

“Anak-anak Sudan terjebak dalam siklus kekerasan, penyakit, dan kelaparan yang tiada akhir. Dampaknya sungguh menghancurkan,” ujar Mohamed Abdiladif, Direktur Save the Children untuk Sudan.

Dengan kondisi yang semakin memburuk, komunitas internasional diharapkan segera bertindak untuk menghentikan konflik, menyalurkan bantuan kemanusiaan, dan mencegah terjadinya tragedi kemanusiaan yang lebih besar di Sudan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *