Keluarga Korban Ledakan Garut Bantah Isu Pemulung, Tegaskan Para Korban Diupah TNI

JAKARTA– Pihak keluarga korban ledakan dalam insiden pemusnahan amunisi TNI di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, membantah klaim yang menyebut para korban merupakan warga sipil yang memulung sisa logam di lokasi kejadian. Keluarga menyatakan para korban bekerja secara resmi dan menerima upah dari TNI.
Agus Setiawan, kakak kandung dari almarhum Rustiawan—salah satu korban—menyampaikan bahwa adiknya dan sejumlah warga lain direkrut oleh pihak militer untuk membantu membuka peluru dan selongsong amunisi yang hendak dimusnahkan. Ia menyebut para pekerja menerima upah harian sebesar Rp150 ribu.
“(Mereka kerja) buka peluru kecil, buka selongsong. Diupah per hari Rp150 ribu,” ujar Agus saat diwawancarai di Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Menurut Agus, para korban hanya bekerja sesuai permintaan dan bukan secara sembarangan mengambil besi bekas di area tersebut. Ia menegaskan kegiatan mereka dilakukan secara terbuka, di bawah pengawasan dan sesuai arahan personel TNI di lokasi.
“Bukan mulung. Kami bekerja sebagai kuli. Warga baru dipanggil setelah barang-barang untuk dimusnahkan datang. Biasanya kerja paling 12 hari, setelah itu selesai,” imbuhnya.
Terkait beredarnya video viral yang memperlihatkan warga dan pengendara motor mendekati lokasi ledakan, Agus membenarkan bahwa kejadian itu berlangsung pada hari yang sama. Namun, ia menekankan bahwa video tersebut terekam usai peledakan tahap awal, bukan saat insiden yang menewaskan belasan orang terjadi.
“Yang dalam video itu terjadi setelah ledakan pertama. Mereka yang datang waktu itu juga bagian dari kelompok kami yang hendak bekerja lagi. Tapi insiden fatal terjadi setelahnya, ketika detonator meledak,” jelasnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Kristomei Sianturi menyebut bahwa warga mendekati lokasi untuk memulung serpihan logam sisa ledakan yang memiliki nilai ekonomis. Pernyataan tersebut menuai respons dan klarifikasi dari pihak keluarga korban.
Kristomei menjelaskan bahwa kebiasaan warga mendekat ke area pemusnahan memang sudah berlangsung sejak lama.
“Mereka mengambil serpihan tembaga dan besi dari amunisi yang telah diledakkan karena ada nilai jualnya,” katanya.
Di sisi lain, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat Brigadir Jenderal Wahyu Yudhayana menyampaikan bahwa pihaknya kini tengah menyelidiki bagaimana warga bisa berada begitu dekat dengan lokasi pemusnahan yang seharusnya dijaga ketat.
Insiden yang terjadi pada Minggu (11/5/2025) itu menewaskan sedikitnya 13 orang dan melukai sejumlah lainnya. Investigasi gabungan antara TNI dan pihak kepolisian masih terus berjalan untuk mengungkap penyebab ledakan dan kelalaian pengamanan di lapangan. []
Nur Quratul Nabila A