Kematian Musofa Dinilai Bukti Translokasi Bermasalah
PANDEGLANG – Program translokasi badak Jawa kembali menuai sorotan publik setelah kematian satwa endemik bernama Musofa di kawasan Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA), Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Sejumlah pemerhati satwa liar menilai kebijakan tersebut perlu dievaluasi serius, bahkan dihentikan sementara karena dinilai tidak memberikan dampak positif terhadap upaya konservasi.
Direktur Eksekutif Organisasi Advokat & Peneliti Kejahatan Satwa Liar Indonesia (APKSLI), Nanda Nababan, menyampaikan kritik tajam terhadap pelaksanaan program tersebut. “Menurut kami harus segera diberhentikan, karena tidak ada urgensinya Badak Jawa harus ditranslokasi,” kata Nanda saat dikonfirmasi, Kamis (27/11/2025).
Menurut Nanda, pemindahan badak Jawa dari habitat aslinya justru berpotensi menambah risiko kematian dan mengganggu kondisi psikologis satwa yang dilindungi tersebut. Ia menilai pemerintah seharusnya lebih fokus memperkuat perlindungan kawasan dan meningkatkan keamanan di habitat alami Semenanjung Ujung Kulon.
“Seharusnya untuk meningkatkan badak Jawa, sistem keamanannya dikuatkan, bukan malah badak Jawa-nya yang ditranslokasi,” tegasnya.
Selain itu, dia menilai program translokasi minim kajian ilmiah dan tidak melalui proses analisis risiko yang komprehensif. Menurutnya, hal inilah yang kemungkinan menjadi penyebab munculnya dampak fatal terhadap satwa setelah dipindahkan.
“Dengan fakta kejadian ini, saya dapat menyimpulkan sementara bahwa program ini sangat terburu-buru tanpa melakukan kajian mendalam,” ujarnya.
Sebelumnya, upaya translokasi seekor badak Jawa bernama Musofa dilakukan sebagai bagian dari program konservasi dan penelitian di JRSCA. Namun, hasilnya tidak sesuai harapan setelah satwa tersebut dinyatakan mati.
“Seekor badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) bernama Musofa, yang menjalani perawatan intensif di Javan Rhino Study and Conservation Area Taman Nasional Ujung Kulon, dinyatakan tidak dapat diselamatkan akibat kondisi penyakit kronis bawaan yang sudah lama diderita,” kata Kepala Balai TNUK Ardi Andono dalam keterangan tertulis yang diterima, Kamis (27/11/2025).
Musofa diketahui menjalani perawatan setelah kondisinya terus menurun usai menjalani proses adaptasi pasca translokasi. Tim medis menyatakan telah melakukan perawatan intensif, tetapi tidak mampu menyelamatkan nyawanya.
Insiden ini memantik perdebatan tentang efektivitas program translokasi sebagai solusi dalam upaya pelestarian badak Jawa, yang populasinya diperkirakan tidak lebih dari 80 ekor dan hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon. Sejumlah pengamat menilai bahwa program konservasi justru harus menitikberatkan pada perlindungan habitat asli, pengendalian ancaman penyakit, pengawasan dari perburuan liar, serta penanganan risiko bencana alam.
Kematian Musofa menjadi pengingat bahwa pengelolaan konservasi satwa liar tidak hanya membutuhkan niat baik, tetapi juga harus dilandasi riset mendalam, monitoring jangka panjang, dan strategi yang mempertimbangkan kesejahteraan satwa secara menyeluruh. []
Siti Sholehah.
