Kemenhut RI Bentuk Satgas Pengelolaan Hutan Adat, Fokus pada Kolaborasi dengan Masyarakat Adat dan CSO

JAKARTA – Pemerintah menilai pengelolaan hutan ada sangat penting. Khususnya dengan melibatkan masyarakat adat, Civil Society Organization (CSO), serta Non Goverment Organization (NGO). Untuk memperkuat koordinasi pembahasan pengelolaan hutan adat, pemerintah membentuk satuan tugas (satgas).

Pembentukan satgas itu merupakan salah satu hasil rapat yang dipimpin oleh Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni di Jakarta pada Jumat (3/1/2025).

Pada kesempatan itu, Raja Antoni menerima kunjungan sejumlah Civil Society Organization (CSO). Pertemuan ini membahas kerjasama pengelolaan wilayah hutan adat bersama masyarakat adat.

Pertemuan yang digelar di kantor Kemenhut itu, dihadiri sejumlah CSO. Diantaranya Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA), Aliansi Masyarakat Adat (AMAN), dan Perkumpulan HuMa.

Raja Antoni mengatakan Kemenhut terbuka untuk terus bekerjasama dengan berbagai pihak termasuk CSO dan NGO. Dia mengaku pemerintah menyadari pentingnya kerjasama untuk menjaga dan menyelesaikan masalah hutan.

“Saya sangat terbuka kerjasama dengan civil society organization dengan NGO, nasional maupun internasional,” katanya. Karena dia mengetahui persis keterbatasan pemerintah. Baik dari sumber daya, dari segi manusia maupun pendanaan.

Raja Antoni juga memastikan dirinya siap menerima kritik dan diskusi bersama.

“Saya terbuka untuk diskusi dan mendapat kritik, kita sama-sama cari titik temu dimana,” tuturnya.

Dalam pertemuan tersebut Menhut Raja Antoni memerintahkan Plt Sekjen Kementerian Kehutanan Mahfudz, untuk menindaklanjuti hasil pertemuan. Selain itu, Menhut Raja Antoni juga meminta jajarannya membentuk satuan tugas (Satgas) agar koordinasi dapat dilakukan lebih intens.

Sementara itu Direktur HuMa Agung Wibowo mengatakan mereka mendorong agar Menhut menindaklanjuti kolaborasi riset produk hukum daerah terkair masyarakat adat. Ia juga meminta Kementerian Kehutanan dapat menindak lanjuti permohonan terkait hutan adat.

“Kami mendorong Menteri bisa menindaklanjuti kolaborasi riset produk hukum daerah,” katanya.

Karena berhasil memetakan 461 produk hukum daerah terkait masyarakat adat dengan 2,9 juta hektar wilayah adat yang sudah diakui di produk hukum daerah tersebut. Mereka juga meminta kementerian segera menindaklanjuti 81 permohonan hutan adat yang sudah diajukan oleh koalisi hutan adat.

Ia juga berharap komitmen terkait penetapan hutan adat terus dilakukan. Ia juga menilai terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan sebagai langkah percepatan dan perbaikan.

“Kami berharap komitmen penetapan hutan adat terus dilanjutkan oleh menteri kehutanan,” tuturnya.

Butuh langkah-langkah percepatan dan perbaikan, diantaranya: perlu menghidupkan kembali Pokja hutan adat sebagai forum multipihak dalam kerja – kerja Hutan adat. Kebijakan untuk menyederhanakan proses penetapan hutan adat yang aksesibel bagi MHA dan memastikan revisi UU kehutanan dapat memperkuat hutan adat. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *