Kepala Pentagon Diduga Gunakan Kata Sandi Lemah, Data Sensitif Militer AS Terancam Bocor

WASHINGTON, D.C. — Sejumlah kata sandi yang digunakan Kepala Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS), Pete Hegseth, dilaporkan telah dibobol dalam serangan siber dan tersebar di ruang digital. Temuan ini terungkap dalam laporan investigasi The New York Times yang dikutip RIA Novosti, Kamis (8/5/2025).

Menurut laporan tersebut, Hegseth diduga menggunakan perangkat pribadi untuk mengakses dan membagikan informasi yang berhubungan dengan kepentingan militer, meskipun belum ada bukti bahwa akun resmi pemerintah ikut terdampak.

Kata sandi yang bocor diyakini digunakan oleh Hegseth untuk akun pribadi, termasuk surel pribadi. Setidaknya satu dari kata sandi tersebut diungkap memiliki pola sederhana berupa kombinasi huruf dan angka, kemungkinan merupakan inisial dan tanggal yang mudah ditebak.

Celah keamanan ini menjadi perhatian karena kata sandi yang sama ditemukan dalam dua kasus pembobolan akun email pribadi yang terjadi pada 2017 dan 2018.

Pakar keamanan siber memperingatkan bahwa data pribadi milik Hegseth, termasuk nomor teleponnya yang tersedia secara daring, dapat menjadi pintu masuk bagi peretas atau badan intelijen asing untuk memperoleh akses ke informasi sensitif.

Lebih lanjut, laporan The Atlantic menambah kekhawatiran akan buruknya keamanan digital di kalangan pejabat tinggi AS. Pemimpin redaksi media tersebut, Jeffrey Goldberg, mengaku pernah secara tidak sengaja dimasukkan ke dalam grup obrolan pribadi di aplikasi Signal oleh Penasihat Keamanan Nasional saat itu, Mike Waltz. Grup tersebut membahas rencana serangan terhadap kelompok Houthi di Yaman.

Dalam grup yang diduga berisi pejabat senior seperti Hegseth, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, dan Wakil Presiden JD Vance, Goldberg mengungkapkan bahwa informasi sensitif seperti jenis pesawat dan target serangan sempat dibagikan beberapa jam sebelum operasi militer dimulai. Ia bahkan menunjukkan tangkapan layar korespondensi sebagai bukti.

Kebocoran semacam ini dinilai dapat mengancam keselamatan personel militer di lapangan dan membuka celah bagi musuh untuk mengambil tindakan balasan. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Pentagon terkait laporan tersebut. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *