Kisah Pilu Anak Pendeta Cari Ibu Hilang Akibat Banjir
TAPANULI TENGAH – Tragedi banjir bandang yang melanda Desa Hutanabolon, Kecamatan Tukka, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Sumatera Utara, masih menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban. Seorang pendeta perempuan bernama Lea Filanie (59) dilaporkan hilang tersapu arus banjir dan hingga kini belum ditemukan. Sudah 18 hari berlalu sejak peristiwa itu terjadi, namun harapan keluarga untuk menemukan Lea belum padam.
Peristiwa nahas tersebut terjadi pada Selasa (25/11/2025). Informasi ini disampaikan oleh anak korban, Betty Trifena Ritonga. Saat kejadian, Lea berada di rumah bersama suaminya, Irawnner Muda Ritonga, yang juga berprofesi sebagai pendeta. Keduanya tinggal di rumah khusus pendeta yang letaknya berdampingan langsung dengan Gereja GPdI Hutanabolon.
Menurut penuturan Betty, pagi itu situasi awalnya tampak normal. Kedua orang tuanya baru saja selesai sarapan di rumah. Namun suasana berubah drastis ketika sang ayah mendengar suara benturan keras dari arah gereja.
“Di rumah, di GPdI Hutanabolon, saat itu bapak dan mamak sama-sama di rumah habis sarapan, didengar bapak ada kayu nabrak gereja,” ucapnya.
Benturan tersebut diduga berasal dari kayu besar yang terbawa arus banjir bandang. Menyadari situasi yang tidak biasa, ayah Betty segera keluar rumah untuk memastikan kondisi sekitar. Ia juga berusaha memanggil Lea, yang saat itu berada di dalam kamar dan sedang melakukan panggilan video dengan menantunya.
Namun, derasnya arus banjir bandang tidak memberi kesempatan bagi keluarga untuk menyelamatkan diri. Dalam hitungan singkat, air bercampur material kayu dan lumpur menyapu area gereja beserta rumah pendeta. Lea diduga terseret arus deras tersebut dan sejak saat itu tidak pernah terlihat lagi.
Upaya pencarian sempat dilakukan oleh tim SAR gabungan. Tim datang ke Desa Hutanabolon pada Sabtu (29/11/2025) dan Minggu (30/11/2025) untuk melakukan pencarian terhadap korban banjir bandang dan longsor. Namun, setelah dua hari operasi, pencarian resmi dihentikan dan hingga kini belum dilanjutkan kembali.
Kondisi tersebut membuat keluarga korban harus melakukan pencarian secara mandiri. Betty mengaku setiap hari turun langsung menyusuri aliran sungai dengan harapan dapat menemukan tanda-tanda keberadaan ibunya, meskipun upaya itu dilakukan dengan keterbatasan alat dan tenaga.
“Tapi kami tiap hari ke sana nyari-nyari mamak, menyusuri sungai, mengandalkan mata dan hidung manatau ada bau-bau bangkai gitu,” kata Betty.
Pencarian manual itu dilakukan dengan penuh keprihatinan, menyusuri sungai yang alirannya panjang dan dipenuhi material sisa banjir. Meski demikian, hingga hari ke-18 sejak kejadian, belum ada petunjuk yang mengarah pada keberadaan Lea Filanie.
Hilangnya Lea tidak hanya meninggalkan duka bagi keluarga, tetapi juga bagi jemaat dan warga sekitar. Lea dikenal sebagai sosok pendeta yang aktif melayani jemaat di Gereja GPdI Hutanabolon. Kejadian ini sekaligus menjadi gambaran nyata betapa besar dampak banjir bandang yang melanda wilayah Tapanuli Tengah, tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga merenggut nyawa dan meninggalkan trauma mendalam bagi para korban yang ditinggalkan.
Keluarga berharap adanya perhatian dan bantuan lanjutan dari pihak terkait agar pencarian dapat kembali dilakukan secara maksimal. Bagi mereka, kepastian nasib Lea Filanie menjadi hal terpenting, meski harus menghadapi kenyataan pahit sekalipun. []
Siti Sholehah.
