KLHK Ungkap Fakta Aktivitas Tambang di Raja Ampat, Ada Pelanggaran hingga Kolam Jebol

RAJA AMPAT – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyoroti aktivitas pertambangan di sejumlah pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Hasil pengawasan lapangan yang dilakukan pada akhir Mei 2025 menunjukkan adanya sejumlah persoalan lingkungan, termasuk pelanggaran izin serta pencemaran pantai akibat jebolnya kolam pengendapan tambang.
Salah satu wilayah yang mendapat perhatian adalah Pulau Gag di Kecamatan Waigeo Barat Kepulauan. Di sana, PT Gag Nikel (PT GN), anak usaha dari BUMN Aneka Tambang (Antam), mengelola pertambangan nikel dengan luas bukaan tambang mencapai 187,87 hektare.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Hanif Djamaluddin, menyatakan bahwa aktivitas PT GN relatif mengikuti kaidah lingkungan.
“Tingkat pencemaran yang terlihat secara kasat mata tidak terlalu serius,” ujarnya, seraya menyebut perlunya pendataan lebih mendalam mengingat sedimentasi telah menutupi permukaan terumbu karang yang menjadi habitat penting di kawasan tersebut.
Berbeda dengan PT GN, aktivitas PT Anugerah Surya Pratama (PT ASP) di Pulau Manuran dinilai menimbulkan pencemaran. Hanif memaparkan bahwa kolam pengendapan (settling pond) milik PT ASP pernah jebol dan menyebabkan kekeruhan tinggi di wilayah pantai.
Ia menegaskan bahwa perusahaan tersebut harus bertanggung jawab atas pencemaran yang terjadi.
“Penanganan lingkungan dan manajemen lingkungan di PT ASP masih perlu ditingkatkan. Bahkan manajemen lingkungan secara menyeluruh belum mereka miliki,” tegas Hanif.
Sementara itu, di Pulau Kawei, aktivitas PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) ditemukan berada di luar Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Sekitar lima hektare lahan dibuka tanpa izin yang sah, yang menurut Hanif merupakan pelanggaran terhadap persetujuan lingkungan.
KLHK juga menghentikan aktivitas eksplorasi oleh PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) di Pulau Manyaifun dan Batang Pele. Meski masih dalam tahap eksplorasi, Hanif menyatakan kegiatan tersebut telah ditangguhkan untuk mencegah dampak yang lebih luas.
Menutup pernyataannya, Hanif menegaskan pentingnya meninjau ulang pemberian izin lingkungan bagi perusahaan-perusahaan tambang di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Ia mengingatkan bahwa rehabilitasi kawasan dan penguasaan teknologi pengelolaan lingkungan harus menjadi syarat utama sebelum izin dilanjutkan. []
Nur Quratul Nabila A