Komandan Hizbullah Tewas dalam Serangan Udara Israel, Rusia Tuntut Hormati Hukum Internasional
JAKARTA – Pemerintah Rusia buka suara soal serangan Israel ke sebuah benteng milisi Hizbullah di ibu kota Lebanon, Beirut. Hal ini diungkapkan langsung oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, Rabu (31/7/2024).
Dalam pernyataan resminya, Moskow menyebut serangan Israel terhadap Lebanon merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional. Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut apa yang akan dilakukan Rusia terhadap serangan itu.
“Ini adalah pelanggaran berat terhadap hukum internasional,” kata Kementerian Luar Negeri pemerintahan Presiden Rusia Vladimir Putin itu, sebagaimana dikutip Reuters.
Sumber-sumber lokal di Lebanon melaporkan bahwa beberapa orang tewas dan terluka setelah serangan yang dilakukan oleh rezim Tel Aviv di Beirut pada Selasa malam. Salah satu korban tewas merupakan komandan senior Hizbullah, Fuad Shukr.
Militer Israel mengatakan hal itu adalah balasan atas tembakan roket dari Lebanon yang menewaskan 12 orang anak dan remaja Arab Druze di Majdal Shams, Dataran Tinggi Golan. Meski Hizbullah mengaku tak bertanggung jawab atas serangan, Israel dan Amerika Serikat (AS) menunjuk kelompok itu sebagai pelaku.
“IDF (angkatan bersenjata Israel) melakukan serangan terarah di Beirut terhadap komandan yang bertanggung jawab atas pembunuhan anak-anak di Majdal Shams dan pembunuhan sejumlah warga sipil Israel lainnya,” kata militer dalam sebuah pernyataan.
“Jet tempur angkatan udara Israel menghabisi komandan militer paling senior organisasi teroris Hizbullah dan kepala unit strategisnya, Fuad Shukr, di wilayah Beirut,” tambah IDF lagi.
Menurut seorang sumber dekat Hizbullah, Shurk memang bertanggung jawab atas komando operasi militer di Lebanon Selatan. Ia telah menggantikan komandan utama Hizbullah Imad Mughniyeh yang tewas dalam pengeboman mobil di Damaskus tahun 2008 di mana Israel diklaim bertanggung jawab.
AS sendiri telah membanderol harga kepala Sukr sebesar US$ 5 juta. Ia digambarkan sebagai “penasihat senior” bagi pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah yang memainkan “peran utama” dalam pengeboman mematikan tahun 1983 di barak Korps Marinir AS di Beirut.
Eskalasi antara Hizbullah dan Israel terus memuncak pasca serangan Tel Aviv ke Gaza. Hizbullah, yang disokong Iran, kemudian beberapa kali menyerang Israel dengan harapan menekan Negeri Zionis itu untuk dapat menghentikan serangannya ke Gaza.
Serangan-serangan Israel telah menewaskan lebih dari 500 orang di Lebanon sejak 7 Oktober. Sebagian besar korban adalah pejuang Hizbullah, namun lebih dari 100 warga sipil juga dilaporkan tewas.
Ketika suhu antara Israel dan Hizbullah meningkat, kekhawatiran akan terjadinya perang habis-habisan yang dapat memicu kekacauan regional semakin meningkat. Bahkan, sejumlah negara dunia telah meminta warganya yang berada di Lebanon untuk segera meninggalkan negara itu. []
Nur Quratul Nabila A