Komisi III Pastikan RUU KUHAP Lanjut ke Masa Sidang Mendatang

JAKARTA – Komisi III DPR RI memastikan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak berhenti pada masa sidang berjalan. Agenda tersebut akan dilanjutkan pada masa sidang berikutnya yang dimulai 4 November 2025, setelah DPR menyelesaikan masa reses pada awal Oktober 2025.
Wakil Ketua Komisi III DPR, Dede Indra Permana, menegaskan pihaknya menempatkan keterlibatan publik sebagai prioritas utama dalam penyusunan RUU tersebut.
“Rencana pada masa sidang yang akan datang kita akan meneruskan pembahasan KUHAP secara transparan, partisipatif, cermat, profesional, dan terbuka agar mewujudkan KUHAP yang benar-benar berkualitas,” ujarnya dalam rapat di Kompleks Parlemen, Senin (22/09/2025).
Selama masa sidang Agustus–September 2025 ini, Komisi III menggelar serangkaian rapat dengar pendapat untuk menyerap aspirasi dari berbagai kalangan. Setidaknya 22 elemen masyarakat telah mendaftar untuk menyampaikan pandangannya, mulai dari isu perlindungan hak tersangka, pendampingan hukum, hingga jaminan asas praduga tak bersalah. “Prinsipnya kita tidak terburu-buru dan menghindari adanya pihak-pihak yang terabaikan dalam penyusunan KUHAP ini,” kata Dede.
Dalam salah satu forum, Komisi III menghadirkan Kementerian HAM dan Komnas HAM guna memastikan dimensi hak asasi manusia tetap mendapat tempat dalam sistem peradilan pidana. Dede menekankan, “Mulai dari hak untuk mendapatkan kesamaan di depan hukum, hak untuk tidak dilanggar asas praduga tak bersalah, hak untuk didampingi advokat, serta hak apapun untuk kepentingan mereka sesuai dengan nilai HAM.”
Meski DPR menekankan keterbukaan, kritik datang dari sejumlah organisasi masyarakat sipil. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai proses pembahasan daftar inventaris masalah (DIM) RUU KUHAP terlalu cepat dan berpotensi mengurangi kualitas hasil akhirnya. Ketua Umum YLBHI, M Isnur, menilai pembahasan hanya dalam hitungan hari tidak sebanding dengan bobot 1.676 poin DIM.
“Bagi kami ini menunjukkan pengabaian terhadap prinsip penyusunan undang-undang yang benar, dan jelas sekali berdampak pada kualitas pembahasan yang akan berpengaruh terhadap publik,” ujar Isnur.
Isnur juga menyoroti munculnya draf RUU secara mendadak pada Februari 2025, lalu disepakati dalam rapat Komisi III pada Maret, tanpa perdebatan substansi yang memadai. Bahkan beberapa akademisi yang dilibatkan mengaku hanya dua kali bertemu tanpa kesempatan membahas secara mendalam rancangan aturan tersebut.
Kritik lain diarahkan pada substansi pasal yang dinilai justru memperluas kewenangan aparat kepolisian dalam hal penangkapan, penahanan, penyadapan, hingga penggeledahan. YLBHI menilai perlu ada mekanisme pengawasan independen agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
“Mirisnya subjektif polisi dalam upaya paksa tidak didukung dengan mekanisme pengawasan yang ketat oleh lembaga eksternal yang independen,” kata Isnur.
Sebagai informasi, RUU KUHAP masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. DPR bersama pemerintah menargetkan pengesahan sebelum 2026 agar selaras dengan implementasi KUHP baru yang sudah disahkan pada 2023.
Dengan berbagai masukan dan kritik tersebut, pembahasan RUU KUHAP ke depan dipandang menjadi ujian penting bagi DPR dan pemerintah, apakah mampu menghadirkan hukum acara pidana yang modern, akuntabel, dan berlandaskan penghormatan pada hak asasi manusia. []
Diyan Febriana Citra.