Komnas HAM: Warga Sipil Tidak Diperbolehkan Lagi Terlibat dalam Pemusnahan Amunisi TNI

GARUT – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengeluarkan sejumlah rekomendasi usai melakukan investigasi atas insiden ledakan amunisi TNI yang menewaskan 13 orang di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Dalam laporan pemantauan yang dirilis, Komnas HAM menekankan agar warga sipil tidak lagi dilibatkan dalam aktivitas pemusnahan amunisi militer yang berisiko tinggi terhadap keselamatan jiwa.
“Kami meminta agar masyarakat sipil tidak diikutsertakan dalam kegiatan militer yang memerlukan keahlian khusus, terlebih tanpa adanya sertifikasi dan perlindungan keselamatan yang memadai,” ujar Anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, Sabtu (24/5/2025).
Ledakan hebat yang terjadi pada 12 Mei lalu mengakibatkan 13 orang meninggal dunia, sembilan di antaranya merupakan warga sipil. Temuan Komnas HAM menunjukkan bahwa warga sipil tersebut turut serta dalam proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa milik TNI AD sebagai tenaga harian lepas, dengan upah rata-rata Rp150 ribu per hari.
Menurut Komnas HAM, para pekerja sipil ini tidak memiliki pelatihan formal dalam bidang penanganan bahan peledak. Mereka hanya mengandalkan instruksi lisan dan pembelajaran otodidak selama bekerja di lokasi.
“Ini sangat membahayakan dan tidak dapat dibenarkan. Pekerjaan dengan risiko tinggi seperti ini seharusnya hanya dilakukan oleh personel militer terlatih yang memiliki sertifikasi dan alat pelindung diri,” tegas Uli.
Selain melarang keterlibatan warga sipil dalam kegiatan pemusnahan amunisi, Komnas HAM juga merekomendasikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Pemerintah Kabupaten Garut untuk menyediakan alternatif lapangan kerja bagi masyarakat setempat.
“Mengingat mayoritas masyarakat bekerja sebagai buruh tani dan kebun, pemerintah daerah perlu membuka peluang kerja yang lebih aman dan berkelanjutan, sesuai dengan potensi lokal,” ujar Uli.
Ia juga menekankan pentingnya sosialisasi kepada warga terkait bahaya keterlibatan dalam kegiatan militer, terutama yang berkaitan dengan alutsista dan bahan peledak.
Komnas HAM menilai bahwa insiden ini menunjukkan adanya kelalaian dalam perlindungan terhadap warga sipil yang diperbantukan oleh militer. Oleh karena itu, lembaga ini meminta TNI untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas prosedur perekrutan tenaga sipil dalam kegiatan berisiko.
“Negara berkewajiban menjamin keselamatan setiap warganya. TNI juga harus memastikan bahwa setiap prosedur kerja yang melibatkan masyarakat sipil telah sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan keselamatan kerja,” tutup Uli.
Hingga saat ini, penyelidikan atas insiden ledakan masih terus berjalan. Komnas HAM juga berencana mengawal proses penanganan pasca-kejadian, termasuk pemulihan bagi keluarga korban dan penegakan akuntabilitas bagi pihak yang bertanggung jawab. []
Nur Quratul Nabila A