Konflik Iran-Israel Memanas, Ekonomi RI Terancam Kena Dampaknya

JAKARTA — Ketegangan antara Iran dan Israel kembali meningkat setelah Tel Aviv melancarkan serangan udara ke wilayah Iran pada Jumat (20/6/2025).
Serangan tersebut diklaim bertujuan melumpuhkan sejumlah fasilitas nuklir yang diduga digunakan untuk pengembangan senjata.
Eskalasi konflik ini dinilai berpotensi membawa dampak serius terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia.
Salah satu kekhawatiran terbesar adalah kemungkinan penutupan Selat Hormuz oleh Iran, jalur penting yang dilalui sekitar 20 juta barel minyak per hari atau sekitar 20 persen dari konsumsi minyak global, berdasarkan data Badan Informasi Energi 2024.
“Kalau itu diambil maka akan berpotensi mencekik suplai minyak dunia sekitar 20 persen. Atau mungkin bisa jadi 30 persen tergantung sentimen investor. Dan ini akan sangat destruktif terhadap perekonomian Indonesia,” kata Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution, Ronny P. Sasmita, kepada CNBC Indonesia, Senin (23/6/2025).
Lonjakan harga minyak mentah yang telah meningkat lebih dari dua persen usai serangan Amerika Serikat terhadap Iran, diprediksi akan mendorong inflasi di dalam negeri.
Hal ini disebabkan meningkatnya biaya impor dan transportasi yang bergantung pada bahan bakar fosil.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah juga tertekan akibat ketidakpastian global dan kecenderungan investor mengalihkan dana ke aset safe haven seperti dolar AS dan emas.
“Akhirnya investor surat utang tidak keluar karena suku bunga naik. Jadi mereka mendapat yield yang lebih tinggi sehingga bertahan di Indonesia. Kalau mereka keluar, maka rupiah bisa mencapai Rp17 ribu bahkan lebih,” ujarnya.
Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai kecil kemungkinan konflik ini menjadi perang dunia, namun Indonesia tetap perlu menyatakan sikap tegas terhadap aksi unilateral.
“Karena melanggar prinsip-prinsip kedaulatan negara dan Piagam PBB,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya disiplin pengelolaan utang, efisiensi APBN, serta jaminan keamanan energi melalui kontrak jangka panjang dengan negara produsen minyak. []
Nur Quratul Nabila A