Konflik Perbatasan Memanas, Thailand Minta Trump Tekan Kamboja

JAKARTA – Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali menjadi perhatian internasional setelah bentrokan bersenjata yang menelan puluhan korban jiwa dan memicu gelombang pengungsian besar-besaran. Dalam situasi tersebut, Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul mengungkapkan bahwa ia telah menyampaikan posisi negaranya secara langsung kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump melalui sambungan telepon.

Dalam percakapan tersebut, Anutin menegaskan bahwa Thailand menilai Kamboja sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pecahnya bentrokan mematikan di wilayah perbatasan yang disengketakan. Meski demikian, Anutin tidak menyatakan bahwa Thailand bersedia menghentikan operasi militernya secara sepihak.

Dilansir AFP, Sabtu (13/12/2025), konflik bersenjata yang terjadi sepanjang pekan ini telah menewaskan sedikitnya 20 orang dan memaksa sekitar setengah juta warga mengungsi dari wilayah perbatasan di kedua negara. Situasi kemanusiaan pun menjadi sorotan, mengingat eskalasi konflik terjadi di kawasan yang sejak lama rawan sengketa teritorial.

Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengklaim memiliki peran penting dalam tercapainya gencatan senjata pada Juli lalu yang sempat meredam kekerasan di perbatasan Thailand-Kamboja. Ia menyatakan akan kembali menghubungi para pemimpin kedua negara untuk meredakan ketegangan yang kembali meningkat.

“Trump mengatakan dia menginginkan gencatan senjata,” kata Anutin Charnvirakul kepada wartawan setelah panggilan teleponnya dengan Trump.

Namun, Anutin menegaskan bahwa permintaan tersebut seharusnya diarahkan kepada pihak yang dinilai melanggar kesepakatan.
“Saya menjawab bahwa dia sebaiknya mengatakan itu kepada teman kita,” tambah Anutin, merujuk pada Kamboja.
“Perlu diumumkan kepada dunia bahwa Kamboja akan mematuhi gencatan senjata.”

Pernyataan tersebut menegaskan sikap Thailand yang menolak disalahkan atas konflik terbaru ini. Menurut Anutin, akar permasalahan terletak pada pelanggaran yang dilakukan oleh pihak Kamboja terhadap kesepakatan yang telah disetujui sebelumnya.

“Pihak yang melanggar perjanjian perlu memperbaiki (situasi)-bukan pihak yang dilanggar,” kata Anutin, seraya menambahkan bahwa komunikasi dengan Trump berlangsung dalam suasana yang konstruktif.

Konflik Thailand-Kamboja sendiri berakar dari perselisihan panjang mengenai garis perbatasan sepanjang sekitar 800 kilometer yang ditetapkan sejak era kolonial. Sengketa tersebut kerap memicu ketegangan, bahkan berulang kali berujung pada bentrokan bersenjata.

Amerika Serikat, Tiongkok, dan Malaysia—yang saat ini menjabat sebagai ketua ASEAN—sebelumnya berperan sebagai mediator dalam gencatan senjata yang disepakati pada Juli lalu setelah lima hari kekerasan. Kesepakatan tersebut sempat membuka harapan akan stabilitas jangka panjang di kawasan perbatasan.

Pada Oktober, Trump kembali menyatakan dukungannya terhadap deklarasi bersama lanjutan antara Thailand dan Kamboja. Ia bahkan mengaitkan kesepakatan tersebut dengan peluang kerja sama perdagangan baru setelah kedua negara sepakat memperpanjang gencatan senjata.

Namun, situasi kembali memburuk ketika Thailand memutuskan menangguhkan perjanjian tersebut pada bulan berikutnya. Keputusan itu diambil setelah sejumlah tentara Thailand dilaporkan terluka akibat ranjau darat di wilayah perbatasan, yang memicu kemarahan publik dan meningkatkan tekanan politik di dalam negeri.

Di Gedung Putih, Kamis (11/12/2025), Trump kembali menyinggung konflik tersebut. Ia mengklaim telah menyelesaikan berbagai perselisihan global dan menyatakan kesiapannya untuk kembali turun tangan.

“Untuk Thailand dan Kamboja, saya rasa saya harus melakukan beberapa panggilan telepon… tetapi kita akan mengembalikannya ke jalur yang benar,” ujar Trump.

Hingga kini, situasi di perbatasan kedua negara masih tegang. Upaya diplomasi internasional diharapkan dapat mencegah eskalasi lebih lanjut sekaligus mendorong kepatuhan terhadap gencatan senjata demi menghindari krisis kemanusiaan yang lebih besar. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *