Kontroversi Dea Lipa, Keluarga Angkat Bicara

JAKARTA – Polemik mengenai penampilan Deni Apriadi Rahman, yang lebih dikenal publik sebagai Dea Lipa, terus bergulir dan menyita perhatian warganet. Setelah berbagai reaksi muncul di media sosial, pihak keluarga akhirnya tampil ke hadapan publik untuk memberikan klarifikasi sekaligus menyampaikan permohonan maaf atas kegaduhan yang terjadi.

Konferensi pers berlangsung di Mataram, Nusa Tenggara Barat, dan diwakili oleh bibi Deni, Maya. Ia menegaskan bahwa keluarga juga tidak menyangka jika pilihan penampilan Deni akan memicu perbincangan luas hingga menciptakan julukan viral seperti ‘Sister Hong Lombok’. Menurutnya, keluarga berada dalam posisi yang juga merasa terkejut sekaligus khawatir dengan dinamika yang muncul di ruang publik.

“Sebelumnya, kami minta maaf atas kegaduhan yang tidak pernah kami duga terjadi melalui media sosial,” ujar Maya, Sabtu (15/11/2025).

Maya menambahkan bahwa keluarga telah memberikan nasihat dan mengingatkan Deni jauh sebelum fenomena ini terjadi. Menurutnya, upaya memberi teguran bukanlah hal baru dan telah dilakukan sejak Deni mulai berpenampilan feminin serta memutuskan memakai hijab.

“Nasihat itu sudah, bahkan sejak ia memutuskan untuk berjilbab. Terus terang dia pertama kali memberitahukan kepada saya,” kata Maya, menegaskan bahwa keluarga tidak tinggal diam terhadap pilihan yang dianggap menyimpang dari identitas biologis Deni.

Di tengah kontroversi tersebut, Deni akhirnya mengambil langkah untuk menyampaikan penjelasan kepada publik. Dalam momen itu, ia secara terbuka mengakui identitas dirinya sebagai pria dan menjelaskan alasan di balik keputusan tampil sebagai perempuan, lengkap dengan hijab. Deni menyebut bahwa gaya tersebut merupakan bentuk ekspresi dirinya yang lahir secara spontan dari rasa kekaguman dan ketertarikan artistik.

“Itu adalah bentuk ekspresi diri saya yang lahir dari kekaguman,” ungkapnya dalam konferensi pers terpisah.

Pengakuan Deni menjadi titik balik dalam polemik ini. Banyak pihak yang sebelumnya merasa bingung atau bahkan geram akhirnya mendapatkan kejelasan mengenai situasi sebenarnya. Meski demikian, sebagian masyarakat tetap memberikan komentar bernada kritik, sementara sebagian lain melihat kasus ini sebagai refleksi bahwa tekanan sosial dan kebutuhan akan penerimaan diri dapat memengaruhi cara seseorang mengekspresikan identitasnya di ruang publik.

Keluarga berharap bahwa penjelasan yang telah disampaikan dapat meredakan suasana. Mereka meminta masyarakat untuk menghentikan penyebaran informasi yang belum tentu benar, sekaligus mengajak publik untuk memberikan ruang bagi Deni agar dapat memperbaiki langkah dan fokus pada kehidupannya ke depan.

Dengan munculnya klarifikasi ini, polemik “Sister Hong Lombok” diharapkan tidak lagi berkembang menjadi perdebatan berkepanjangan. Keluarga menegaskan bahwa mereka akan terus mendampingi Deni dalam proses pemulihan dan penataan kembali kehidupan pribadi maupun profesionalnya, sambil berharap agar peristiwa ini dapat menjadi pelajaran bagi semua pihak tentang pentingnya komunikasi, pemahaman, dan kehati-hatian dalam bersikap di era digital. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *