Korban Banjir Sri Lanka Tembus 607, Ratusan Masih Hilang
JAKARTA — Pemerintah Sri Lanka terus bergulat dengan kondisi darurat kemanusiaan setelah rentetan banjir dan tanah longsor yang dipicu Siklon Ditwah menimbulkan kerusakan parah serta korban jiwa dalam jumlah besar. Dalam laporan terbaru yang disampaikan otoritas setempat, jumlah korban tewas meningkat signifikan hingga mencapai 607 orang, sementara 214 lainnya masih dinyatakan hilang.
Menurut laporan AFP pada Jumat (05/12/2025), bencana tersebut telah mengguncang kehidupan lebih dari dua juta penduduk Sri Lanka. Siklon Ditwah, yang mulai menjauh dari wilayah negara itu pada Sabtu pekan lalu, meninggalkan jejak kehancuran meluas di pulau berpenduduk 22 juta jiwa tersebut. Otoritas mencatat bahwa intensitas hujan ekstrem memicu banjir besar dan serangkaian tanah longsor, terutama di wilayah permukiman padat dan area rentan lereng perbukitan.
Situasi ini menambah panjang daftar penderitaan yang sebelumnya telah diumumkan pemerintah. Pada laporan beberapa hari sebelumnya, Sri Lanka mencatat 465 korban tewas akibat bencana serupa. Pemerintah Kolombo menyebut mereka membutuhkan dukungan dana internasional sekitar USD 7 miliar untuk melakukan rekonstruksi besar-besaran terhadap infrastruktur yang rusak, mencakup ribuan rumah, fasilitas publik, hingga jalur transportasi yang lumpuh diterjang bencana.
Harapan untuk menemukan para korban hilang juga semakin menipis. Pihak berwenang menuturkan bahwa peluang selamat bagi 366 orang yang belum ditemukan sejak hujan deras pekan lalu kini praktis mengecil. Hujan berkepanjangan, yang dipicu Siklon Ditwah, membuat medan pencarian sulit dijangkau dan memperlambat upaya evakuasi.
Di ibu kota Kolombo, genangan banjir yang menutup sebagian besar wilayah kota mulai surut pada Rabu (03/12/2025). Namun proses pemulihan diperkirakan berlangsung lama, mengingat sebagian besar area terdampak mengalami kerusakan parah, termasuk sektor perumahan dan pusat industri. Pemerintah menegaskan bahwa lebih dari 200.000 warga kini mengungsi ke tempat-tempat penampungan sementara yang dikelola pemerintah.
Dalam beberapa pernyataan sebelumnya, pemerintah Sri Lanka juga telah menetapkan status darurat guna mempercepat distribusi bantuan dan koordinasi operasi penyelamatan. Kondisi cuaca ekstrem yang berulang dalam beberapa tahun terakhir memicu kekhawatiran mengenai kesiapsiagaan negara tersebut menghadapi perubahan iklim yang semakin tak terduga.
Bencana kali ini kembali menyoroti keterbatasan sistem mitigasi dan infrastruktur penanggulangan bencana di Sri Lanka, serta kebutuhan mendesak akan peningkatan fasilitas peringatan dini dan penguatan wilayah rawan. Pemerintah setempat menyerukan solidaritas internasional untuk membantu mereka bangkit dari salah satu bencana terburuk dalam beberapa dekade terakhir. []
Siti Sholehah.
