Korea Utara Buka Suara soal Pengiriman Tentara ke Rusia
JAKARTA – Pemerintah Korea Utara secara terbuka mengakui keterlibatan militernya di Rusia melalui pengiriman pasukan khusus untuk menjalankan misi pembersihan ranjau darat di wilayah Kursk. Pengakuan tersebut disampaikan langsung oleh pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dalam pidato resmi yang disiarkan media pemerintah pada Sabtu (13/12/2025). Pernyataan ini menjadi momen langka, mengingat Pyongyang selama ini cenderung menutup rapat detail keterlibatan militernya di luar negeri.
Pengakuan tersebut sekaligus mengonfirmasi laporan yang sebelumnya disampaikan badan intelijen Korea Selatan dan sejumlah negara Barat. Mereka menyebut Korea Utara telah mengirim ribuan personel militernya untuk mendukung Rusia dalam konflik bersenjata dengan Ukraina. Namun, hingga kini, Pyongyang baru mengakui sebagian peran tentaranya, yakni dalam operasi pembersihan ranjau yang dikenal memiliki tingkat risiko tinggi.
Dalam pidatonya yang ditujukan untuk menyambut kepulangan satu resimen tentara Korea Utara dari Rusia, Kim Jong Un menggambarkan beratnya tugas yang diemban para prajurit tersebut. Menurut laporan kantor berita resmi Korea Utara, KCNA, Kim menyebut para prajurit tetap menjalin ikatan emosional dengan kampung halaman mereka di tengah tugas berbahaya yang dijalankan.
Kim mengatakan para prajurit menulis “surat kepada kampung halaman dan desa mereka di sela-sela jam pembersihan ranjau”. Pernyataan ini menggambarkan sisi kemanusiaan para tentara yang harus menghadapi ancaman maut setiap hari selama menjalankan misi di wilayah konflik.
Penugasan tersebut berlangsung selama 120 hari dan dimulai pada Agustus. Dalam periode tersebut, resimen Korea Utara mengalami korban jiwa. Kim menyampaikan bahwa pasukan itu mengalami “kehilangan sembilan nyawa yang memilukan”. Atas pengorbanan tersebut, Kim menganugerahkan penghargaan negara kepada para prajurit yang gugur sebagai bentuk penghormatan atas dedikasi dan keberanian mereka.
Dalam pidatonya, Kim memberikan apresiasi tinggi kepada seluruh personel yang terlibat dalam misi tersebut. “Kalian semua, baik perwira maupun prajurit, menunjukkan kepahlawanan massal dengan mengatasi beban mental dan fisik yang tak terbayangkan hampir setiap hari,” kata Kim.
Ia juga menyoroti capaian pasukan tersebut dalam menjalankan tugas berisiko tinggi di medan berbahaya. “Pasukan tersebut mampu melakukan keajaiban dengan mengubah area luas zona bahaya menjadi zona aman dan tenteram dalam waktu kurang dari tiga bulan,” imbuh Kim.
Para analis menilai pengiriman pasukan Korea Utara ke Rusia bukan semata bentuk solidaritas politik, melainkan bagian dari kerja sama strategis yang saling menguntungkan. Sebagai imbalan atas dukungan militernya, Rusia disebut memberikan bantuan keuangan, teknologi persenjataan, pasokan energi, serta kebutuhan pangan kepada Korea Utara, yang selama ini menghadapi tekanan ekonomi akibat sanksi internasional.
Korea Utara sendiri baru secara resmi mengonfirmasi pengerahan pasukan ke Rusia pada April lalu. Saat itu, Pyongyang mengakui bahwa tentaranya telah terlibat dalam operasi pendukung dan beberapa di antaranya gugur dalam penugasan. Pernyataan terbaru Kim Jong Un memperkuat indikasi bahwa hubungan militer antara Korea Utara dan Rusia semakin erat di tengah dinamika geopolitik global.
Pengakuan terbuka ini dinilai dapat memicu reaksi lanjutan dari komunitas internasional, terutama negara-negara Barat, yang sebelumnya telah menyuarakan kekhawatiran terhadap keterlibatan Korea Utara dalam konflik Rusia-Ukraina. Di sisi lain, Pyongyang tampaknya berupaya membingkai keterlibatan tersebut sebagai bentuk pengabdian dan kepahlawanan militernya di luar negeri. []
Siti Sholehah.
