KPK: 85 Pegawai Ditjen Binapenta Kemnaker Diduga Nikmati Uang Pemerasan TKA Sebesar Rp8,94 Miliar

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bahwa sebanyak 85 pegawai Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Ditjen Binapenta) di Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia (Kemnaker RI) diduga menerima aliran dana dari praktik pemerasan terhadap para pemohon Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, menyatakan bahwa total dana yang dinikmati oleh para pegawai tersebut ditaksir mencapai Rp8,94 miliar. Dana itu berasal dari pungutan tidak sah yang dilakukan oleh sejumlah oknum pejabat kepada para calon Tenaga Kerja Asing (TKA).
“Selain dinikmati oleh SH, HY, WP, DA, GTW, PCW, ALF, dan JMS, atas perintah SH dan HY, uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh pegawai Direktorat PPTKA, sekitar 85 orang, dengan total kurang lebih sebesar Rp8,94 miliar,” ungkap Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (5/6/2025).
Budi menambahkan, hasil penyelidikan sementara menunjukkan bahwa praktik dugaan pemerasan ini telah berlangsung sebelum tahun 2019, dan masih terus didalami oleh tim penyidik KPK.
“Penyidik menemukan fakta bahwa perbuatan pemerasan kepada para pemohon RPTKA di Kemnaker sudah dilakukan sebelum tahun 2019, dan hal ini masih terus dilakukan pendalaman,” ujarnya.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan delapan orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Mereka berasal dari kalangan pejabat dan pegawai Ditjen Binapenta Kemnaker.
Meski begitu, Budi mengungkapkan bahwa sebagian dari dana hasil pemerasan telah dikembalikan kepada negara melalui KPK. “Uang yang sudah dikembalikan sebesar Rp5,4 miliar,” katanya.
KPK menegaskan akan terus menelusuri aliran dana lainnya serta memperluas penyelidikan terhadap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini.
Dalam perkara ini, KPK telah menjerat delapan orang sebagai tersangka. Penetapan tersebut dilakukan setelah KPK mengantongi alat bukti cukup terkait dugaan pemerasan terhadap para pemohon izin TKA.
KPK juga meminta agar Kementerian Ketenagakerjaan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pelayanan RPTKA guna mencegah praktik pungutan liar serupa di masa mendatang. []
Nur Quratul Nabila A