KPK Periksa Tiga Pegawai Kemnaker Terkait Dugaan Korupsi RPTKA

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa tiga pegawai Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Pemeriksaan dilakukan pada Rabu, 28 Mei 2025, sebagai bagian dari pengusutan praktik pemerasan dan gratifikasi yang diduga melibatkan oknum di Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa ketiga pegawai Kemnaker tersebut hadir dan memenuhi panggilan penyidik.
Ketiganya adalah M Ariswan Fauzi (MAF), yang menjabat Staf Tata Usaha Direktorat PPTKA sejak 2016 hingga 2025; serta Adhitya Narrotama (AN) dan Angga Erlatna (AE), keduanya menjabat sebagai Pengantar Kerja Ahli Muda di Kemnaker.
“Semua saksi hadir,” ujar Budi dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (29/5/2025).
Budi menjelaskan bahwa pemeriksaan difokuskan pada dua aspek utama, yaitu aliran dana dari agen tenaga kerja asing (TKA) dan proses verifikasi dokumen izin TKA.
Hal ini untuk mengungkap sejauh mana keterlibatan para saksi dalam skema dugaan korupsi yang diduga telah berlangsung selama beberapa tahun.
Dalam keterangan sebelumnya, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa dugaan pemerasan dilakukan oleh sejumlah pegawai Kemnaker di Direktorat Jenderal Binapenta selama periode 2020–2023.
Para oknum tersebut diduga memungut sejumlah uang secara paksa dari para calon tenaga kerja asing sebagai syarat pengurusan dokumen perizinan.
“Oknum Kemnaker memaksa seseorang memberikan sesuatu sebagaimana diatur dalam Pasal 12e dan/atau menerima gratifikasi sebagaimana Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi,” ujar Asep dalam konferensi pers pada Selasa, 20 Mei 2025.
KPK mencatat, hingga saat ini sebanyak delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara tersebut.
Selain dugaan pemerasan, jumlah kerugian keuangan negara dari praktik ilegal ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp53 miliar sejak tahun 2019.
KPK menyatakan akan terus mengembangkan penyidikan dan menelusuri kemungkinan adanya pelaku lain, termasuk dari unsur birokrasi maupun swasta, yang terlibat dalam praktik ilegal pengurusan TKA.
Lembaga antirasuah tersebut juga mengingatkan pentingnya reformasi menyeluruh dalam tata kelola perizinan tenaga kerja asing agar terbebas dari praktik koruptif.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa sektor ketenagakerjaan tidak luput dari potensi penyalahgunaan wewenang, terutama di tengah tingginya permintaan terhadap tenaga kerja asing dalam sejumlah sektor industri di Indonesia. []
Nur Quratul Nabila A