Krisis Kemanusiaan Meluas di Papua Tengah, 60 Ribu Warga Mengungsi Akibat Konflik Bersenjata

PAPUA TENGAH – Konflik bersenjata yang berkepanjangan di wilayah Papua Tengah kembali memicu krisis kemanusiaan berskala besar. Sekitar 60 ribu warga dari Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Puncak terpaksa meninggalkan rumah dan kampung halaman mereka, menyelamatkan diri dari ancaman kekerasan yang terus memburuk.
Menurut informasi yang dihimpun, para pengungsi terdiri atas anak-anak, perempuan, dan lansia. Mereka mengalir ke sejumlah daerah yang dinilai lebih aman, seperti Nabire dan Timika.
Sejauh ini, belum ada kepastian kapan para warga dapat kembali ke daerah asal—bahkan, sebagian besar dari mereka mulai meragukan apakah kepulangan itu masih mungkin.
Situasi di distrik-distrik terdampak kian memprihatinkan. Dua wilayah, yakni Distrik Sinak di Kabupaten Puncak dan Distrik Hitadipa di Intan Jaya, kini nyaris kosong.
Tidak terlihat lagi aktivitas masyarakat. Warga meninggalkan tempat tinggal mereka karena ketakutan akan baku tembak yang kerap terjadi antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata yang dikategorikan sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Teror bersenjata tak berhenti pada pengungsian. Pada Sabtu (7/6/2025), sebuah gedung SMA di Kabupaten Nduga dibakar oleh orang tak dikenal. Meski bangunan tersebut dilaporkan sudah lama tak digunakan, insiden ini tetap memperkuat suasana mencekam di tengah masyarakat.
Yang lebih memilukan, tempat ibadah pun menjadi sasaran kekerasan. Pada Rabu (4/6/2025), dua warga sipil yang tengah membangun Gereja GKI Imanuel Air Garam di Distrik Asotipo, Kabupaten Jayawijaya, ditembak mati oleh kelompok bersenjata pimpinan Egianus Kogoya.
Korban, Rahmat Hidayat (45) dan istrinya, Ratna Nurlaelasari, tewas di tempat. Jenazah keduanya telah dipulangkan ke kampung halaman di Jawa Barat.
“Ini aksi keji yang tidak bisa ditoleransi,” tegas Kepala Operasi Damai Cartenz, dalam keterangannya kepada media.
Sementara itu, dari Nabire dilaporkan pula insiden kaburnya 19 narapidana dari Lapas Kelas IIB pada Senin (2/6/2025) pukul 10.30 WIT. D
ari jumlah tersebut, sebanyak 11 narapidana diketahui memiliki afiliasi dengan KKB. Proses pelarian tidak berjalan damai; para napi menyerang petugas penjaga, menyebabkan dua petugas mengalami luka berat dan satu lainnya luka ringan.
Situasi keamanan yang tak kunjung stabil ini menambah kompleksitas penanganan krisis di Papua. Pemerintah daerah, aparat keamanan, dan lembaga kemanusiaan kini dihadapkan pada tugas berat: menjamin keselamatan warga sipil di tengah konflik yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda. []
Nur Quratul Nabila A