Kritik Etik hingga KKN, Gibran Disorot dalam Surat Pemakzulan ke DPR

JAKARTA — Forum Purnawirawan Prajurit TNI mengirimkan surat kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia yang berisi permintaan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.

Surat tersebut bertanggal 26 Mei 2025 dan ditandatangani oleh empat jenderal purnawirawan TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

Sekretaris Jenderal DPR RI Indra Iskandar membenarkan penerimaan surat tersebut dan menyatakan bahwa dokumen tersebut telah diteruskan kepada pimpinan DPR.

“Iya benar kami sudah terima surat tersebut, dan sekarang sudah kami teruskan ke pimpinan,” ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (3/6/2025).

Tindak lanjut atas surat tersebut kini menjadi kewenangan penuh pimpinan DPR.

“Iya, menjadi kewenangan pimpinan DPR RI,” tegas Indra.

Dalam surat yang dikirimkan, Forum Purnawirawan menyebut bahwa usulan pemakzulan Gibran memiliki dasar hukum dan konstitusi yang kuat.

Mereka merujuk pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945, TAP MPR Nomor XI Tahun 1998, serta ketentuan dalam Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman.

Salah satu poin yang disorot adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang dianggap cacat hukum karena diputus oleh Anwar Usman, paman Gibran, yang saat itu menjabat Ketua MK.

Forum menyatakan bahwa putusan tersebut bertentangan dengan prinsip imparsialitas, dan seharusnya batal demi hukum.

“Putusan MK No. 90 seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman memiliki konflik kepentingan dan tidak mengundurkan diri,” demikian tertulis dalam surat.

Mereka juga menyinggung keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang menyatakan Anwar Usman melanggar etik dan memberhentikannya dari jabatan Ketua MK.

Namun hingga kini, belum ada pemeriksaan ulang putusan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 17 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan juga menilai Gibran tidak layak menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan, etika, serta moralitas publik.

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa Gibran memiliki pengalaman pemerintahan yang minim—baru dua tahun menjabat Wali Kota Surakarta—dan latar belakang akademik yang diragukan.

“Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim… sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” demikian kutipan dalam surat.

Forum juga mengangkat kembali kontroversi akun media sosial “fufufafa” yang diduga terkait dengan Gibran.

Akun tersebut sempat viral lantaran mengunggah konten berbau penghinaan terhadap tokoh publik serta unsur seksualitas dan rasisme.

Mereka menyimpulkan bahwa “tersirat moral dan etika Sdr.Gibran sangat tidak pantas dan tidak patut untuk menjadi Wakil Presiden.”

Dalam surat itu, Forum juga mengaitkan Gibran dan adiknya, Kaesang Pangarep, dengan dugaan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang pernah dilaporkan akademisi Ubedilah Badrun ke KPK sejak 2022.

Meski laporan itu belum membuahkan hasil konkret, Forum menilai penting untuk mempertimbangkan aspek tersebut dalam menilai integritas pejabat negara.

“Demikian surat ini kami sampaikan sebagai wujud tanggung jawab warga negara dalam menjaga integritas konstitusi dan moralitas publik,” tutup surat tersebut.

Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Istana maupun dari Gibran Rakabuming Raka.

Proses tindak lanjut terhadap usulan pemakzulan akan bergantung pada langkah politik dan hukum yang akan diambil oleh DPR RI. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *