Kualitas Program MBG Dipertanyakan: Dua Temuan Belatung dalam Sepekan di Ambon

AMBON – Program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diharapkan dapat meningkatkan asupan gizi siswa justru kembali menuai sorotan tajam.
Dalam kurun waktu sepekan, dua kasus temuan belatung dalam menu MBG dilaporkan terjadi di Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah, memunculkan kekhawatiran publik terhadap kualitas pengadaan serta pengawasan makanan untuk anak-anak sekolah.
Insiden pertama mencuat pada Selasa, 22 Juli 2025 di SD Kristen Seri, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon.
Seorang wali murid menemukan belatung di dalam paket makanan yang akan dibagikan kepada siswa. Petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) segera menarik kembali seluruh paket makanan tersebut.
Namun, bukan kali pertama kasus ini terjadi di sekolah tersebut. Kepala Sekolah SD Kristen Seri, Johanna Latuputty, menyatakan bahwa kejadian serupa juga sempat muncul sehari sebelumnya, yakni Senin, 21 Juli.
“Hari pertama itu di dalam telur, dua ompreng, lalu Selasa di dalam ikan, juga dua,” jelasnya saat dikonfirmasi, membantah pernyataan Kepala SPPG Mega Herlin Soplanit yang menyebut hanya satu kejadian pada Selasa pagi.
Tak berselang lama, insiden serupa kembali terjadi di luar Kota Ambon. Pada Rabu, 30 Juli 2025, warga Kota Masohi dikejutkan oleh temuan belatung dalam buah kurma yang merupakan bagian dari paket MBG di SD Negeri 23 Masohi, Kabupaten Maluku Tengah.
“Iya, ada belatung di kurma,” ungkap salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Ia mengaku sempat merekam penemuan tersebut, dan dalam video berdurasi singkat terlihat larva berwarna putih bergerak di dalam buah kurma.
Video itu kemudian menyebar luas di media sosial dan menuai reaksi keras dari masyarakat.
Menyusul viralnya video temuan tersebut, sejumlah karyawan dari toko Ratu Balqis, penyedia buah kurma, mengunggah video permintaan maaf.
Mereka mengakui bahwa kejadian tersebut merupakan kelalaian pihak toko dalam mengecek kondisi barang sebelum disalurkan.
“Kami dari Ratu Balqis meminta maaf sebesar-besarnya atas pelayanan kami… Kurma yang kami kirim dari Surabaya telah kedaluwarsa pada bulan Mei 2026. Murni atas kelalaian kami,” demikian kutipan permintaan maaf yang disampaikan dalam video berdurasi 39 detik.
Pihak toko juga menyatakan komitmen mereka untuk memperketat prosedur pengecekan kualitas barang ke depan.
Kejadian ini mencuatkan dugaan lemahnya kontrol mutu dalam pendistribusian MBG di berbagai wilayah, khususnya di kawasan Timur Indonesia.
Menanggapi hal ini, Ahli Gizi dari SPPG Kecamatan Nusaniwe, Welni Soisa, menyampaikan bahwa kemungkinan besar belatung muncul akibat masuknya lalat ke dalam ompreng makanan selama proses distribusi.
“Karena jalan menuju sekolah bergelombang dan terjal, mungkin penutup makanan tergeser, lalu lalat masuk dan bertelur. Padahal proses pendinginan kami sudah steril,” jelas Welni saat diwawancarai, Kamis (24/7/2025).
Namun pernyataan tersebut belum sepenuhnya meredakan keresahan masyarakat. Pasalnya, video yang merekam protes warga atas makanan berulat menjadi bukti nyata bahwa ada masalah serius dalam manajemen logistik MBG.
“Makanan su berulat kase makan anak siswa Seri itu,” ujar seorang pria dalam video berdurasi 19 detik yang pertama kali dibagikan oleh akun Facebook Meogamz Tuhumury.
Meski sampel makanan yang terkontaminasi belatung sempat dibawa ke Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Ambon, namun investigasi lebih lanjut tak dilakukan.
Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, menyampaikan bahwa BPOM tidak menindaklanjuti karena belum ada korban sakit atau keracunan akibat makanan tersebut.
“Karena tidak ada korban maka tidak bisa diteruskan,” jelasnya, seraya menyarankan agar pengelola SPPG bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk menelusuri penyebab dan mempertanggungjawabkan insiden ini.
“Kalau perlu saya minta mereka untuk bawa hal ini ke pihak berwajib,” tegas Bodewin.
Meski insiden ini mencoreng reputasi program yang digagas pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto, namun Kepala Sekolah SD Kristen Seri, Johanna Latuputty, tidak serta-merta menolak keberlanjutan MBG di sekolahnya.
“Kami hanya berharap agar penyelenggara MBG memperhatikan betul kualitas makanan yang diberikan, agar siswa tidak dirugikan,” ucapnya.
Dalam satu hari, lebih dari 3.000 paket MBG didistribusikan di Kota Ambon. Jumlah tersebut menunjukkan betapa krusialnya pengawasan dalam setiap mata rantai distribusi, mulai dari penyediaan bahan hingga pengemasan dan pengantaran ke sekolah-sekolah.
Kasus berulangnya temuan belatung ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah maupun pusat untuk segera mengevaluasi pelaksanaan program MBG.
Alih-alih menjadi solusi peningkatan gizi, kecerobohan dan minimnya kontrol kualitas justru bisa memunculkan risiko kesehatan baru.
Pemerintah perlu memperketat regulasi terhadap vendor penyedia makanan, memastikan rantai distribusi dalam kondisi higienis, serta membuka ruang pengawasan partisipatif dari masyarakat dan sekolah.
Hanya dengan cara demikian, kepercayaan publik terhadap program nasional ini bisa dipulihkan. []
Nur Quratul Nabila A