Kukar dan Kutim Perkuat Sinergi untuk Pengakuan Masyarakat Hukum Adat

SAMARINDA  Dalam langkah nyata memperkuat tata kelola masyarakat hukum adat (MHA) yang berkeadilan dan berkelanjutan, dua kabupaten di Kalimantan Timur yaitu Kutai Kartanegara dan Kutai Timur menyatukan tekad melalui kegiatan peningkatan kapasitas panitia Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat PPMHA. Pertemuan yang berlangsung selama dua hari (15-16 Mei 2025)) di Hotel Midtown, Jalan Hasan Basri, Samarinda, menjadi momentum penting dalam perjalanan pengakuan hak-hak adat yang selama ini dijaga dan diwariskan turun-temurun.

Kegiatan ini difasilitasi oleh Yayasan Bioma bekerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), serta didukung oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kalimantan Timur. DPMD Kukar sendiri turut mengirimkan dua perwakilan dari Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Desa, yaitu Ernani, dan Fitriani sebagai wujud komitmen DPMD Kukar dalam proses pengakuan dan perlindungan hak adat.

Dalam forum ini, peserta dari kedua kabupaten tidak hanya menerima informasi teknis, tetapi juga terlibat aktif dalam dialog lintas wilayah. Beberapa materi penting yang disampaikan meliputi:

  • Mekanisme Pengajuan, Penetapan, dan Pengelolaan Hutan Adat, oleh Yuli Prasetyo Nugroho, Kasubdit Penetapan Hutan Adat dan Hutan Hak.
  • Perkembangan Percepatan Pengakuan MHA di Kutai Timur, dipaparkan oleh Yayasan PADI Indonesia.
  • Situasi Terkini Percepatan Pengakuan MHA di Kutai Kartanegara, dijelaskan oleh Yayasan Bioma.

Forum diskusi dan sesi tanya jawab menjadi ruang reflektif yang membangun semangat gotong royong antar panitia PPMHA dan perangkat daerah. Di sinilah strategi, tantangan, serta praktik baik dibedah bersama demi terwujudnya proses penetapan dan perlindungan hutan adat yang inklusif, transparan, dan berpihak pada masyarakat lokal.

Hutan adat bukan sekadar ruang ekologis, melainkan simbol identitas, pengetahuan, dan spiritualitas masyarakat hukum adat. Oleh karena itu, pengakuan dan perlindungannya harus menjadi prioritas lintas sektor yang melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, dan komunitas adat sendiri.

Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa sinergi regional dapat menghadirkan kebijakan yang lebih akomodatif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat hukum adat. Kukar dan Kutim, melalui panitia PPMHA masing-masing, menunjukkan bahwa penguatan kapasitas tidak hanya soal meningkatkan keterampilan teknis, tapi juga membangun kesadaran kolektif untuk melindungi warisan budaya dan lingkungan.[]

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *