MAKI Kecewa Vonis Ringan Korupsi APD COVID-19, Desak Mahkamah Agung Tindak Tegas Hakim

JAKARTA – Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menyatakan kekecewaannya atas vonis ringan yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kepada tiga terdakwa kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19 di Kementerian Kesehatan RI.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, bahkan menilai putusan tersebut sebagai bentuk pelanggaran terhadap peraturan Mahkamah Agung dan pengkhianatan terhadap rasa keadilan publik.
“Vonis ini sangat-sangat mengecewakan. Hakim seharusnya merujuk pada Peraturan MA Nomor 1 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa kerugian negara di atas Rp100 miliar dalam perkara korupsi wajib dijatuhi hukuman seumur hidup,” ujar Boyamin saat diwawancarai wartawan pada Sabtu (7/6/2025).
Ketiga terdakwa dalam perkara ini ialah Budi Sylvana (mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes), Satrio Wibowo (Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia), dan Ahmad Taufik (Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri).
Hakim memvonis Budi dengan hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan.
Sementara itu, Ahmad Taufik dan Satrio Wibowo masing-masing dijatuhi pidana 11 tahun dan 11,5 tahun penjara, disertai denda Rp1 miliar serta kewajiban membayar uang pengganti Rp224,18 miliar dan Rp59,98 miliar.
Boyamin menilai bahwa vonis tersebut terlalu ringan, terlebih mengingat tindak pidana korupsi dilakukan dalam situasi darurat nasional saat pandemi COVID-19, yang menurutnya seharusnya menjadi alasan pemberat hukuman.
“Seharusnya jaksa KPK segera mengajukan banding. Kasus ini tergolong dalam keadaan luar biasa karena dilakukan saat bencana. Berdasarkan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor, pelaku korupsi dalam keadaan bencana bisa dijatuhi hukuman mati,” tegas Boyamin.
Ia juga mendorong Mahkamah Agung untuk mengevaluasi kinerja majelis hakim yang dinilainya tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi.
“Putusan ringan seperti ini mencederai rasa keadilan publik dan memperlemah kepercayaan terhadap institusi peradilan,” tambahnya.
Kritik terhadap vonis ringan ini tidak hanya datang dari MAKI. Sejumlah pengamat hukum dan aktivis antikorupsi menyatakan keprihatinan serupa.
Mereka menganggap bahwa putusan tersebut menunjukkan lemahnya komitmen aparat penegak hukum dalam menindak kejahatan luar biasa seperti korupsi anggaran penanggulangan bencana.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum menyampaikan pernyataan resmi terkait langkah hukum selanjutnya. Namun, sejumlah sumber menyebutkan bahwa opsi banding sedang dikaji secara serius.
Sebagaimana diketahui, kasus ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp319 miliar. Proyek pengadaan APD yang seharusnya menyelamatkan tenaga kesehatan dan masyarakat justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi oleh sejumlah pihak, termasuk pejabat dan rekanan swasta.
Publik menanti sikap tegas dari KPK, Mahkamah Agung, serta Presiden Joko Widodo dalam memastikan keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu dalam perkara besar yang menyangkut dana publik pada masa krisis nasional ini. []
Nur Quratul Nabila A