Mantan Eksekutif CHIH Dieksekusi Mati atas Kasus Suap

JAKARTA – Penegakan hukum terhadap kasus korupsi di China kembali menunjukkan ketegasannya setelah otoritas negara tersebut mengeksekusi mati seorang mantan pejabat eksekutif di perusahaan manajemen aset milik negara. Eksekusi ini kembali menyoroti kerasnya tindakan pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping dalam memberantas korupsi, terutama di sektor keuangan yang dianggap sangat strategis.

Sosok yang dieksekusi adalah Bai Tianhui, mantan manajer umum China Huarong International Holdings (CHIH), salah satu anak perusahaan dari China Huarong Asset Management. Perusahaan tersebut dikenal sebagai raksasa pengelola utang macet di China. Menurut laporan AFP pada Selasa (09/12/2025), Bai dijatuhi hukuman mati setelah terbukti menerima suap sebesar US$ 156 juta, atau sekitar Rp 2,6 triliun.

CCTV melaporkan bahwa Bai menerima suap dalam jumlah fantastis tersebut sebagai imbalan atas pemberian perlakuan istimewa dalam akuisisi dan pendanaan sejumlah proyek antara tahun 2014 hingga 2018. Kasus tersebut menambah daftar panjang pelanggaran hukum dalam industri keuangan yang tengah dibersihkan secara besar-besaran oleh otoritas China.

Huarong sendiri sudah lama menjadi perhatian publik karena beberapa petingginya terjerat kasus korupsi. Salah satu yang paling terkenal adalah Lai Xiaomin, mantan pemimpin Huarong yang dieksekusi pada Januari 2021 setelah dinyatakan bersalah menerima suap sebesar US$ 253 juta, atau lebih dari Rp 4 triliun. Selain Lai, sejumlah pejabat eksekutif Huarong lainnya juga ikut terseret dalam penyelidikan antikorupsi.

Berbeda dari banyak kasus korupsi lainnya di China, hukuman mati yang dijatuhkan kepada Bai tidak disertai penangguhan dua tahun. Biasanya, hukuman mati yang dijatuhkan akan ditangguhkan terlebih dahulu sebelum akhirnya diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup. Namun, untuk kasus Bai, pengadilan kota Tianjin menjatuhkan vonis langsung pada Mei 2024 tanpa penangguhan.

Bai mencoba mengajukan banding, tetapi upayanya tidak membuahkan hasil. Pada Februari 2025, pengadilan lebih tinggi menguatkan putusan tersebut. Mahkamah Agung China kemudian meninjau kasus itu dan kembali menegaskan bahwa kejahatan Bai telah memenuhi syarat hukuman paling berat. Dalam pernyataannya, Mahkamah Agung menyatakan, “(Bai) Menerima suap dalam jumlah yang sangat besar, ruang lingkup kejahatannya sangat serius, dampak sosialnya sangat mengerikan, dan kepentingan negara serta rakyat mengalami kerugian yang sangat signifikan.”

CCTV melaporkan bahwa eksekusi dilakukan pada Selasa (09/12/2025) pagi di Tianjin setelah Bai bertemu keluarga dekatnya untuk terakhir kalinya. Namun, tidak ada informasi mengenai metode eksekusi yang digunakan. Otoritas China memang secara ketat merahasiakan statistik dan detail pelaksanaan hukuman mati, sehingga informasi mengenai proses tersebut jarang dipublikasikan.

Kasus Bai memperlihatkan bahwa kampanye antikorupsi yang digencarkan pemerintah China masih berada pada fase yang sangat aktif. Di tengah tekanan ekonomi global dan upaya menjaga stabilitas sistem keuangan domestik, hukuman-hukuman ekstrem ini diyakini menjadi sinyal bagi pejabat lain untuk tidak melakukan pelanggaran. Amnesty International dan kelompok hak asasi manusia lainnya memperkirakan ribuan eksekusi masih terjadi setiap tahun, meskipun angka resminya tidak pernah dipublikasikan.

Eksekusi terhadap Bai menjadi bab terbaru dalam daftar pejabat senior yang dijatuhi hukuman ekstrem atas penyalahgunaan kekuasaan di sektor keuangan. Kasus ini mempertegas posisi industri tersebut sebagai salah satu fokus utama dalam penertiban korupsi di China. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *