Mantan Gubernur Kalbar Sutarmidji Beri Penjelasan Soal Pembangunan SMA Mujahidin

Gubernur Kalimantan Barat periode 2018–2023, H. Sutarmidji, SH, M.Hum.

PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Terkait hibah pembangunan SMA Mujahidin Pontianak mendapat tanggapan langsung dari Gubernur Kalimantan Barat periode 2018–2023, H. Sutarmidji, SH, M.Hum.

Menurutnya, keputusan hibah tersebut didasari kajian mendalam, dasar hukum yang jelas, serta pertimbangan strategis untuk mengatasi persoalan daya tampung pendidikan di Kalbar, khususnya Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya.

Sutarmidji mengatakan, pemberian hibah kepada Yayasan Mujahidin dipertimbangkan untuk menambah ruang belajar SMA Mujahidin karena banyak lulusan SMP yang putus sekolah akibat terbatasnya daya tampung SMA/SMK. “Untuk Pontianak dan Kubu Raya saja, setiap tahun waktu itu hampir 4.500 anak yang putus sekolah,” ujarnya.

Data Dinas Pendidikan Kalbar menunjukkan bahwa kapasitas daya tampung kelas 10 SMA negeri dan swasta di Kota Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya saling berkaitan karena kedua wilayah ini berdekatan. Banyak siswa asal Kubu Raya melanjutkan pendidikan di SMA di Pontianak, namun daya tampung sekolah di Pontianak tetap tidak mampu menutupi kekurangan besar di Kubu Raya.

Pada 2019, jumlah lulusan SMP negeri dan swasta di Pontianak mencapai 10.933 siswa, sedangkan daya tampung kelas 10 yang tersedia sebanyak 11.044 kursi, sehingga terdapat kelebihan 111 kursi. Sementara itu, di Kubu Raya terdapat 9.027 lulusan SMP, tetapi daya tampung hanya 6.308 kursi, sehingga terjadi kekurangan 2.719 kursi.

Pada tahun-tahun berikutnya, ketidakseimbangan daya tampung semakin terlihat. Pada 2020, selisih daya tampung di Pontianak berkurang menjadi 463 siswa, sedangkan di Kubu Raya kekurangan mencapai 5.110 siswa. Tahun 2021, selisih di Pontianak menjadi 628 siswa, sementara Kubu Raya kekurangan 3.096 siswa. Tahun 2022, Pontianak mencatat selisih 182 siswa, sedangkan Kubu Raya kekurangan 3.265 siswa. Pada 2023, Pontianak sempat mengalami kelebihan 17 kursi, tetapi Kubu Raya masih kekurangan 817 siswa. Pada 2024, kekurangan kembali terjadi di Pontianak sebanyak 206 siswa, sedangkan di Kubu Raya mencapai 4.691 siswa.

Ia menilai, data ini memperlihatkan bahwa meskipun sebagian siswa Kubu Raya bersekolah di Pontianak, kapasitas SMA di Pontianak tetap tidak cukup untuk mengatasi kekurangan besar di Kubu Raya. “Kondisi ini menegaskan perlunya upaya serius untuk menambah kapasitas sekolah dan meningkatkan sarana prasarana pendidikan, agar seluruh lulusan SMP dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK tanpa hambatan,” tuturnya.

Hibah kepada SMA Mujahidin juga disebut sebagai bagian dari strategi meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar, yang masih terendah di antara provinsi-provinsi di Kalimantan. Penambahan ruang belajar atau peningkatan daya tampung sekolah bertujuan mendorong kenaikan IPM.

Indikator pendidikan yang perlu ditingkatkan antara lain Harapan Lama Sekolah bagi anak usia 18 tahun. Saat ini, rata-rata lama sekolah di Kalbar masih rendah, mencerminkan kurangnya kesempatan pendidikan bagi masyarakat. Kondisi ini juga merupakan akibat kurangnya perhatian serius terhadap pembangunan sektor pendidikan selama 30 tahun terakhir.

Namun, dalam lima tahun terakhir, masyarakat mulai melihat kemajuan signifikan pada capaian IPM, terutama aspek pendidikan, sebagai hasil dari upaya peningkatan fasilitas dan akses belajar. IPM Kalbar terus menunjukkan tren peningkatan positif, meskipun lajunya berfluktuasi. Pada 2020, IPM berada di angka 68,76, termasuk kategori tinggi namun mendekati batas bawah. IPM kemudian naik menjadi 68,99 pada 2021, 69,71 pada 2022, 70,47 pada 2023, dan 71,19 pada 2024.

“Peningkatan ini juga menegaskan bahwa Kalbar berhasil mempertahankan tren positif setelah pemulihan ekonomi dan pendidikan pascapandemi,” jelasnya.

Meski sudah berada di kategori tinggi, Sutarmidji menilai Kalbar masih memiliki ruang besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya rata-rata lama sekolah (7,78 tahun), serta memperkuat sektor ekonomi agar mampu bersaing dengan provinsi lain yang memiliki IPM lebih tinggi.

Untuk mengatasi persoalan ini, ia menambah daya tampung di SMA/SMK negeri. Namun, faktanya ada sekolah yang sudah maksimal rombongan belajarnya — SMA maksimal 36 kelas, SMK maksimal 72 kelas. Selama lima tahun menjabat, Sutarmidji membangun 46 SMA/SMK baru di Kalbar dan menambah ruang kelas di 23 sekolah lainnya. “Kemudian saya berpikir, sebagai gubernur saya mempunyai tugas menyediakan fasilitas publik atau fasilitas dasar, dan pendidikan menjadi prioritas saya,” terangnya.

Ia melihat SMA Mujahidin masih memungkinkan untuk ditambah rombongan belajarnya, dan lokasinya sangat strategis serta mudah dijangkau siswa dari Pontianak dan Kubu Raya. Hibah untuk sekolah swasta inilah yang kemudian menjadi perdebatan. Menjawab keraguan soal legalitas hibah ke sekolah swasta, Sutarmidji berpegang pada Pasal 55 Ayat (4) Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) yang membolehkan pemberian hibah.

“Bahkan dari APBN juga ada DAK (Dana Alokasi Khusus) untuk menambah ruang kelas sekolah swasta. Selanjutnya, dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah, tugas kepala daerah adalah menyediakan fasilitas publik, salah satunya pendidikan,” tegasnya.

Selain itu, ia meyakini seorang kepala daerah memiliki kewenangan diskresi, yaitu melakukan tindakan mendesak untuk kepentingan umum. Dalam hal ini, mencegah putus sekolah termasuk kepentingan umum yang mendesak.

Pertimbangan lain, tambahnya, adalah adanya Keputusan Dirjen Bimas Islam Nomor 802/2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid. Menurutnya, kawasan Masjid Raya Mujahidin saat itu terlihat kurang tertata, terutama di area sekolah. Hal ini mendorongnya memberi hibah agar sebagian fasilitas penunjang seperti bank syariah, toko, dan sekolah percontohan dapat dipenuhi.

Maka dari itu, ia memutuskan memberikan hibah ke Yayasan Mujahidin guna menambah daya tampung SMA Mujahidin, sekaligus menyediakan fasilitas penunjang Masjid Raya. Selain itu, hibah ini bertujuan menata kawasan Masjid Raya sebagai pusat kegiatan keagamaan tingkat provinsi dan memberikan sumber pendapatan bagi Yayasan Mujahidin dari penyewaan ruko untuk pemeliharaan dan perawatan kawasan masjid.

Ia juga menjawab pertanyaan mengapa hibah diberikan ke Yayasan Mujahidin, bukan langsung ke Masjid Mujahidin. Menurutnya, sesuai Permendagri Nomor 77 Tahun 2020, penerima hibah harus berbadan hukum. “Badan hukum yang mengelola dan menaungi Masjid Raya Mujahidin adalah Yayasan Mujahidin,” tuturnya.

Ia menjelaskan pula alasan penggunaan hibah untuk membangun sekolah. Dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), selalu dirinci berapa untuk operasional masjid dan berapa untuk sekolah. Menurutnya, sebenarnya tidak perlu dirinci karena sekolah dan masjid merupakan satu kesatuan.

“Alasan kenapa diatur begini? Tanyakan pada Kementerian Agama. Jangan hanya pandai membuat aturan, tetapi ketika aturan yang dipedomani dianggap salah, mereka diam. Jika Pemerintah Provinsi dianggap salah mempedomani, yang paling bertanggung jawab adalah Kementerian Agama sebagai pembuat aturan,” tegasnya.

Terkait hibah yang dilakukan secara terus-menerus, ia menjelaskan bahwa Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 memang melarang hibah diberikan tiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Namun, hibah terus-menerus diperbolehkan jika memberi manfaat bagi pemerintah daerah dalam mendukung fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

“Dalam kasus hibah ke Yayasan Mujahidin, manfaatnya jelas, tersedianya fasilitas pendidikan untuk pembangunan SDM. Selain itu, 3.000 meter lahan milik Mujahidin digunakan, yang jika Pemprov harus membeli, nilainya bisa sekitar Rp150 miliar,” pungkasnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *