Mantan Pegawai KPK akan Diadili Terkait Dugaan Pemerasan Rp 6,3 Miliar
JAKARTA – Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat bakal menggelar sidang perdana terhadap 15 orang eks pegawai di lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (1/8/2024).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK telah melimpahkan surat dakwaan seluruh terdakwa dugaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp 6,3 miliar di Rutan Komisi Antirasuah ke Pengadilan Tipikor Jakarta pada Kamis, 25 Juli 2024 lalu.
“Tim Jaksa telah selesai dilimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat terkait perkara pungli di lingkungan Rutan KPK dengan terdakwa Achmad Fauzi (Kepala Cabang Rutan KPK) dkk,” kata Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penuntutan KPK, Titto Jaelani, Senin (29/7/2024).
Titto Jaelani mengungkapkan, ada enam berkas perkara yang dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Jakarta dengan dua surat dakwaan untuk 15 orang terdakwa. Dengan pelimpahan ini, status penahanan para terdakwa menjadi beralih dan di bawah wewenang dari Majelis Hakim Pengadilan Tipikor.
Mereka yang menjadi terdakwa adalah eks Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi, eks Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Rutan KPK 2018 Deden Rochendi, dan eks Plt Kepala Cabang Rutan KPK 2021 Ristanta dan Kepala Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) KPK pada 2018-2022, Hengki.
Kemudian eks petugas di rutan KPK, Erlangga Permana, Sopian Hadi, Ari Rahman Hakim, Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, Ramadhan Ubaidillah A.
“Untuk dakwaan jilid pertama dengan terdakwa Achmad Fauzi, Deden Rochendi, Hengki, Ristanta, Erlangga Permana, Sopian Hadi, Agung Nugroho, Ari Rahman Hakim,” kata Titto Jaelani.
“Sedangkan dakwaan jilid kedua dengan terdakwa Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rachmawanto, Wardoyo, Muhammad Abduh, Ramadhan Ubaidillah A,” ucapnya.
Atas perbuatannya, 15 eks pegawai di Rutan KPK didakwa dengan Pasal 12 huruf e UU Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Berdasarkan agenda sidang yang dimuat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, mereka mulai diadili pada Kamis 1 Agustus 2024 di ruang sidang Wirjono Projodikoro 2 pada pukul 10.00 WIB.
Dalam perkara ini, KPK menduga uang hasil pungli atau pemerasan terhadap tahanan di Rutan KPK mencapai Rp 6,3 miliar dalam kurun waktu 2019-2023.
“Besaran jumlah uang yang diterima Hengki dan kawan-kawan sejumlah sekitar Rp 6,3 miliar,” kata Direktur Penyidikan Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat 15 Maret 2024.
KPK mengungkapkan, praktik pungli ini diprakarsai oleh Hengki yang berstatus pegawai negeri yang dipekerjakan (PNYD) dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Para terdakwa menagih pungli kepada tahanan dengan iming-iming mendapatkan beragam fasilitas, seperti percepatan masa isolasi, layanan menggunakan ponsel dan powerbank dan bocoran informasi soal inspeksi mendadak.
Tarif pungli itu dipatok dari kisaran Rp 300.000 sampai Rp 20 juta. Uang itu disetorkan secara tunai dalam rekening bank penampung, serta dikendalikan oleh petugas Rutan yang ditunjuk sebagai “Lurah” dan koordinator di antara tahanan. Uang yang terkumpul nantinya akan dibagi-bagikan ke kepala rutan dan petugas rutan. KPK mengungkapkan, Fauzi dan Ristanta selaku kepala rutan memperoleh Rp 10 juta dari hasil pemerasan tersebut.
Sementara itu, para mantan kepala keamanan dan ketertiban mendapatkan jatah kisaran Rp 3-10 juta per bulan. Sedangkan mereka yang berstatus petugas rutan mendapat Rp 500.000 hingga Rp 1 juta setiap bulannya. Asep menyebutkan, tahanan KPK yang tidak ikut menyetor uang akan dibuat tidak nyaman oleh para petugas.
“Di antaranya kamar tahanan dikunci dari luar, pelarangan dan pengurangan jatah olahraga dan mendapat tugas jatah jaga dan piket kebersihan yang lebih banyak,” tutur Asep.
“Pakan Burung” dan “Banjir”
Dalam praktiknya, para tersangka menggunakan kode ‘pakan burung’ hingga ‘kandang burung’ untuk menagih uang pungli kepada para tahanan.
“Jadi ‘Pakan burungnya mana? Belum sampai, belum ada’. Oh berarti dia (tahanan) iurannya belum sampai, belum ada,” kata Asep.
Ada juga kode ‘banjir’ yang digunakan para pelaku untuk membocorkan informasi terkait akan adanya kegiatan inspeksi mendadak (sidak) ke dalam rutan. “Password diantaranya ‘banjir’ dimaknai info sidak. Jadi kalau ada disampaikan, ‘banjir’ kalau ‘ada banjir’ oh itu berarti mau ada sidak,” kata Asep.
Asep mengatakan, bagian Biro Umum KPK yang bertanggung jawab atas rutan sebenarnya rutin menggelar sidak atau razia, tapi kegiatan itu dibocorkan oleh petugas yang terlibat pungli
“Misalkan HP, rokok dan lain-lain, yang tidak diperbolehkan dibereskan, kalau ada kode ‘banjir’,” kata dia.
Asep mengungkapkan, praktik pungli ini sudah dikenalkan oleh para petugas ke tahanan ketika mereka baru masuk masa isolasi saat baru ditahan oleh KPK. Ketika itu, para tahanan dijelaskan untuk memberikan uang agar bisa melewati masa isolasi lebih cepat, serta mendapatkan beragam fasilitas. []
Nur Quratul Nabila A