Mbak Ita dan Suami Terancam Dicabut Hak Politiknya Usai Tuntutan Kasus Korupsi

SEMARANG — Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan tuntutan pencabutan hak politik terhadap mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu alias Mbak Ita, beserta suaminya, Alwin Basri.
Kedua tokoh PDI Perjuangan tersebut dianggap layak dijatuhi hukuman tambahan berupa larangan menduduki jabatan publik selama dua tahun setelah menjalani hukuman pokok.
Tuntutan itu dibacakan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Rabu (30/7/2025), dalam berkas tuntutan setebal 1.741 halaman yang dibacakan maraton dari pukul 14.00 hingga 18.00 WIB.
“Menjatuhkan pidana tambahan berupa mencabut hak terdakwa I Hevearita Gunaryanti Rahayu dan terdakwa II Alwin Basri untuk menduduki dalam jabatan publik selama dua tahun, terhitung sejak para terdakwa selesai menjalani pidana,” ujar JPU KPK, Wawan Yunarwanto, di hadapan majelis hakim.
Dalam tuntutan tersebut, Mbak Ita dituntut hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta, dengan subsider enam bulan kurungan. Selain itu, ia diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 683,2 juta.
Jika tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan inkrah, maka hartanya akan disita dan dilelang.
Apabila nilai lelang tidak mencukupi, ia terancam hukuman tambahan satu tahun penjara.
Alwin Basri, yang disebut JPU memiliki peran lebih dominan dalam perkara ini, dituntut lebih berat: delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan penjara.
Ia juga dibebani kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 4 miliar, dengan ancaman pidana dua tahun penjara jika tidak dipenuhi.
Keduanya didakwa atas pelanggaran Pasal 12 huruf a, f, dan Pasal 12B UU Tipikor.
Perkara ini melibatkan korupsi proyek pengadaan di Dinas Pendidikan, pembangunan di 16 kecamatan, dan pemotongan insentif pegawai, dengan total kerugian negara ditaksir mencapai Rp 9 miliar. []
Nur Quratul Nabila A